Nasabah Peminjam dalam PKPU, Bank Bisa Berbuat Apa?

Nasabah peminjam yang berada dalam PKPU yang diajukan oleh kreditur lain berpotensi merugikan bank. Apakah langkah yang dapat dilakukan bank?

Dzaky Wananda Mumtaz Kamil (Foto: realestat.id)
Dzaky Wananda Mumtaz Kamil (Foto: realestat.id)

RealEstat.id (Jakarta) - Bank-bank selaku kreditur banyak terdampak akibat kasus penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) yang melanda nasabah peminjamnya. Permohonan PKPU diajukan oleh kreditur lain, bukan atas permohonan bank sendiri selaku kreditur.

Nasabah peminjam yang berada dalam PKPU yang diajukan oleh kreditur lain berpotensi merugikan bank. Potensi risiko yang dihadapi bukan hanya risiko hukum tetapi juga risiko kredit dan risiko reputasi.

Apakah langkah-langkah yang dapat dilakukan bank-bank selaku kreditur dalam melakukan mitigasi risiko yang dihadapinya?

Baca Juga: Debitur Tersandung Kasus PKPU/Kepailitan, Risiko Bank Meningkat

Hubungan Hukum
Hubungan hukum antara bank dan nasabah peminjam diatur dalam perjanjian kredit yang dibuat dibuat berdasarkan kesepakatan para pihak. Perjanjian kredit dibuat secara tertulis, ada yang dibuat secara notaril dan ada pula yang dibuat di bawah tangan.

Bentuk akta perjanjian kredit, baik notaril ataupun di bawah tangan dibuat sesuai dengan ketentuan internal bank dengan memperhatikan jenis kredit dan besarnya plafon kredit yang diberikan.

Di dalam perjanjian kredit diatur hak dan kewajiban bank dan nasabah peminjam. Hak dan kewajiban itu dituangkan dalam pasal-pasal perjanjian kredit. Pada perjanjian kredit modal kerja konstruksi diatur kewajiban nasabah peminjam sebelum akad kredit, kewajiban saat akad kredit dan kewajiban setelah akad kredit.

Klausul-klausul yang terdapat dalam perjanjian kredit ada yang bersifat hal-hal yang dilarang dilakukan oleh nasabah peminjam yang disebut dengan negative covenant dan ada pula klausul-klausul yang wajib dilakukan bank yang disebut dengan positive covenant.

Baca Juga: Pengembang Dalam PKPU, Apa yang Harus dilakukan Pihak Perbankan?

Beberapa hal yang dilarang dilakukan nasabah peminjam antara lain membubarkan perseroan, melakukan perubahan anggaran dasar dan mengajukan pailit. Sedangkan hal-hal yang wajib dilakukan bank antara lain menggunakan dana sesuai peruntukan kredit, menyelesaikan pembangunan proyek properti sesuai peruntukan kredit, dan membayar kewajiban kredit secara lancar.

Di dalam perjanjian kredit diatur hak-hak yang dapat dilakukan bank apabila nasabah peminjam dalam keadaan tidak dapat membayar kewajibannya kepada bank. Kewajiban nasabah peminjam yang menjadi hak bank adalah penyelesaian kewajiban pembayaran pokok, bunga dan denda atas tunggakan bunga kredit. Nasabah peminjam dianggap ingkar janji (wanprestasi) apabila tidak membayar kewajiban kreditnya kepada bank secara lancar.

Bank akan menyampaikan surat peringatan kepada nasabah peminjam yang tidak menyelesaikan kewajibannya kepada bank. Dalam praktek surat peringatan disampaikan sebanyak 3 (tiga) kali. Bank akan melakukan langkah-langkah penyelesaian kredit secara second way out yang merupakan langkah terakhir dengan melakukan eksekusi terhadap obyek jaminan kredit milik nasabah.

Baca Juga: Risiko Hukum Dalam Pengucuran Kredit Properti, Apa Saja?

Obyek jaminan milik nasabah yang sudah dibebani hak tanggungan atas nama bank dimohonkan untuk dilelang kepada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL). Jaminan yang sudah dibebani hak tanggungan memberikan kedudukan bank sebagai kreditur seperatis.

Sementara obyek jaminan yang belum dibebani hak tanggungan, kedudukan bank hanya sebagai kreditur konkuren. Dalam keadaan ini Bank melakukan gugatan secara perdata terhadap nasabah yang ingkar janji apabila langkah-langkah non litigasi tidak berhasil dilakukan.

Langkah Bank
Nasabah peminjam bank yang berada dalam PKPU akibat permohonan kreditur lain mengakibatkan munculnya risiko bank. Bank harus mengelola risiko tersebut agar tidak menimbulkan kerugian yang lebih besar.

Langkah awal yang dapat dilakukan bank adalah dengan melakukan pemeriksaan menyeluruh (due diligence). Bank akan melakukan pemeriksaaan menyeluruh terhadap permasalahan yang dihadapi  nasabah peminjam. Setelah dilakukan pemeriksanaan menyeluruh maka dapat dibuat analisis  pro & cons atas pilihan langkah yang dilakukan.

Baca Juga: Waspada Sindikat Kepailitan, Konsumen Properti Harus Cerdas

Terdapat 5 (lima) aspek yang penting untuk dilakukan pemeriksanaan oleh bank. Pertama, kedudukan hukum bank terhadap nasabah peminjam. Kedua, coverage ratio jaminan baik nilai pasar wajar maupun nilai likuidasi. Ketiga, kepentingan pihak lain terhadap nasabah peminjam terutama terkait jaminan. Keempat, jaminan kredit yang dimiliki/dikuasai  bank. Kelima, latar belakang timbulnya permohonan PKPU terhadap nasabah peminjam.

Kelima aspek yang harus diperiksa tersebut di atas juga dianalisis berdasarkan pendekatan pro and cons. Bank akan menimbang-nimbang antara keuntungan dan kerugian dari langkah hukum yang dilakukan bank. Berdasarkan hasil analisa yang dilakukan maka akan diberikan rekomendasi langkah yang sebaiknya dilakukan bank. Langkah hukum yang direkomendasikan tentu saja harus mempertimbangkan risiko-risiko lain yang akan dihadapi yaitu risiko kredit dan risiko reputasi.

Bank dalam mengelola risiko sangat tergantung kepada posisi dan kedudukan hukumnya. Dalam hubungannya dengan nasabah peminjam, bank ada yang berada dalam posisi sebagai kreditur seperatis dan ada pula yang berada dalam posisi sebagai kreditur konkuren. Kedudukan bank selaku kreditur seperatis memberikan kedudukan hukum yang kuat sementara kedudukan bank selaku kreditur konkuren akan relatif sulit untuk memulihkan kerugiannya.

Baca Juga: Emiten Pailit, Bagaimana Melindungi Investor Saham?

Bank adakalanya meskipun sebagai kreditur seperatis tetap mendaftarkan tagihannya pada proses PKPU. Langkah ini dilakukan apabila bank berkepentingan agar kreditur tidak berada dalam keadaan pailit dan/atau berkepentingan agar nasabah peminjam segera ditetapkan dalam pailit. Bank secara maksimal ikut dalam rapat-rapat kreditur sehingga dapat mengupayakan hasil perdamaian sesuai harapan yang dinginkan.

Berdasarkan pasal 281 ayat 1 UU No.37/2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, rencana perdamaian yang diusulkan oleh debitur dapat diterima berdasarkan 2 (dua) keadaan.

Pertama, persetujuan lebih dari ½ (satu perdua) jumlah kreditur konkuren yang haknya diakui atau sementara diakui yang hadir pada rapat kreditur sebagaimana dimaksud dalam pasal 268 termasuk kreditur sebagaimana dimaksud dalam pasal 280, yang bersama-sama mewakili paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari seluruh tagihan yang diakui atau sementara diakui dari kreditur konkuren atau kuasanya yang hadir dalam rapat tersebut.

Kedua, persetujuan lebih dari ½ jumlah kreditur yang piutangnya dijamin dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya yang hadir dan mewakili paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari seluruh tagihan dari kreditur tersebut atau kuasanya yang hadir dalam rapat tersebut.

Baca Juga: Gagal Serah Properti: Kepailitan Developer atau Wanprestasi?

Nasabah peminjam yang masih memiliki prospek usaha, itikadnya masih baik dan aktivanya masih lebih besar dibandingkan dengan pasiva dalam pertimbangan bank perlu untuk diupayakan langkah-langkah restrukturisasi. Dalam hal nasabah peminjam dalam proses PKPU maka bank membantu mengusulkan agar perdamaian dapat disetujui. Perdamaian dalam proses PKPU menjadi solusi yang tepat berdasarkan pertimbangan ini.

Bank akan menganalisa usulan perdamaian yang diajuakan oleh nasabah peminjam. Bank berkepentingan agar nasabah peminjam tetap berkewajiban menyelesaikan kewajibannya  kepada bank sesuai dengan perjanjian kredit yang disepakati.

Keadaan ini penting untuk dipastikan bank, agar jangan sampai dalam perdamaian diperjanjikan kewajiban nasabah peminjam berkurang dari nilai pokok kreditnya. Apabila keadaan ini terjadi maka untuk bank BUMN dapat menimbulkan risiko hukum yang dapat masuk dalam ranah tindak pidana korupsi karena adanya potensi kerugian keuangan negara.

Baca Juga: Pengembang dalam PKPU, Konsumen Lakukan 3 Hal Penting Ini!

Dalam praktek ditemukan pula jaminan kredit secara ekonomis tidak mengcover lagi kredit yang diberikan. Dalam kondisi seperti ini, Bank dapat melakukan langkah hukum untuk mengeksekusi jaminan pribadi (bortocht) yang diberikan penjamin.

Langkah ini memang tidak mudah karena bank harus menginvestigasi harta milik nasabah peminjam. Bank akan mengajukan gugatan perdata kepada penjamin dan meletakkan sita atas harta benda yang sudah teridentifikasi sebagai sumber pengembalian kewajiban kredit nasabah peminjam.

Penutup
Pemeriksaaan secara menyeluruh (legal due dilligence) terhadap nasabah peminjam dengan melakukan pendekatan secara pro & cons akan sangat membantu bank dalam menentukan langkah hukum terbaik (best effort) dalam mitigasi risiko.

Melalui langkah ini bank akan dapat menilai apakah permohonan PKPU itu berlangsung secara alamiah atau merupakan hasil rekayasa yang dilakukan nasabah peminjam. Dan lebih penting lagi, melalui langkah ini bank dapat mengelola risiko kerugiannya agar tidak terlalu besar.

Semoga artikel ini bermanfaat.

Artikel ini ditulis oleh Dzaky Wananda Mumtaz Kamil. Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang. Artikel ini adalah pendapat pribadi penulis.

Berita Terkait

Dzaky Wananda Mumtaz Kamil (Foto: Dok. Pribadi)
Dzaky Wananda Mumtaz Kamil (Foto: Dok. Pribadi)
Dzaky Wananda Mumtaz Kamil (Foto: Dok. Pribadi)
Dzaky Wananda Mumtaz Kamil (Foto: Dok. Pribadi)
Dzaky Wananda Mumtaz Kamil (Foto: Dok. Pribadi)
Dzaky Wananda Mumtaz Kamil (Foto: Dok. Pribadi)
Muhammad Joni (Foto: Dok. RealEstat.id)
Muhammad Joni (Foto: Dok. RealEstat.id)