RealEstat.id (Jakarta) - PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (Bank BTN) mengalami pertumbuhan positif selama tahun lalu, dengan membukukan laba bersih mencapai Rp3,04 triliun per 31 Desember 2022.
Perolehan laba Bank BTN ini disumbang dukungan besar dari Pemerintah dalam mendorong penyediaan rumah rakyat yang layak huni dan terjangkau di Tanah Air.
Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk, Haru Koesmahargyo mengatakan peran besar Pemerintah dalam mendukung perumahan rakyat serta menjaga perekonomian nasional tetap stabil menjadi pendorong bisnis perseroan.
Menurutnya, dukungan Pemerintah berupa Penyertaan Modal Negara (PMN) dan peningkatan alokasi dana untuk perumahan subsidi juga menjadi bukti nyata dukungan Pemerintah untuk rumah rakyat.
Baca Juga: Berprestasi Salurkan KPR, Bank BTN Apresiasi 21 Mitra Pengembang
“Kami terus berupaya untuk terus memberikan hasil terbaik di tengah situasi ekonomi yang kondusif ini. Tujuannya, agar kami dapat terus mendukung Pemerintah dalam memberikan akses pembiayaan yang terjangkau dan layak huni bagi masyarakat Indonesia,” jelas Haru Koesmahargyo saat Konferensi Pers Kinerja Bank BTN per 31 Desember 2022 di Jakarta, Kamis (16/2/2023).
Laporan keuangan Bank BTN menunjukkan, laba bersih Bank BTN per 31 Desember 2022 senilai Rp3,04 triliun tersebut, naik 28,15% secara tahunan (year-on-year/yoy) dari Rp2,37 triliun di periode yang sama tahun 2021.
"Peningkatan tersebut juga didukung oleh pertumbuhan kredit yang solid, perbaikan proses bisnis dan kualitas kredit, serta kenaikan simpanan," kata Haru Koesmahargyo.
Capaian tersebut, imbuhnya, juga tidak terlepas dari strategi manajemen Bank BTN untuk tetap eksis di tengah kondisi pandemi. Haru merinci, Bank BTN telah melakukan relokasi kantor sejak 2020 ke daerah potensial.
Baca Juga: Resmi Diluncurkan, Ini Sejumlah Keunggulan 'SuperApp BTN Mobile'
Selain itu, perseroan berinovasi meluncurkan produk inovatif untuk menjawab kebutuhan pasar seperti KPR BTN Rent to Own dan KPR BTN Gaesss.
Kemudian, lanjut Haru, emiten bersandi saham BBTN ini juga memaksimalkan lini ekosistem perumahan digital dengan berbagai aplikasi yang mudah digunakan.
Kredit dan pembiayaan yang tumbuh solid menjadi penopang perolehan laba bersih Bank BTN. Laporan keuangan perseroan mencatat kredit dan pembiayaan tumbuh sebesar 8,53% (yoy) dari Rp274,83 triliun menjadi Rp298,28 triliun per 31 Desember 2022.
Kredit pemilikan rumah (KPR) masih menjadi motor terbesar pergerakan bisnis Bank BTN. Secara total, KPR di Bank BTN tumbuh 9,23% (yoy) menjadi Rp233,68 triliun per 31 Desember 2022.
Di segmen ini, KPR Subsidi tumbuh 11,61% (yoy) menjadi Rp145,86 triliun pada akhir 2022. Dengan kinerja tersebut, Bank BTN tercatat masih memimpin pasar KPR Subsidi dengan pangsa sebesar 83%.
Baca Juga: Bank BTN Usulkan 6 Langkah Strategis Agar 'Zero Backlog' Perumahan Terwujud di 2045
Di samping akselerasi pada kredit, Bank BTN juga berhasil meningkatkan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar 8,77% (yoy) dari Rp295,97 triliun menjadi Rp321,93 triliun per 31 Desember 2022.
Peningkatan DPK tersebut didorong oleh kenaikan dana murah (current account savings account/CASA) perseroan sebesar 19,13% (yoy) menjadi Rp156,2 triliun pada akhir Desember 2022.
Dengan peningkatan tersebut, biaya dana (cost of fund/CoF) perseroan turun 53 basis poin (bps) secara tahunan (yoy) dari 3,13% pada akhir 2021 menjadi 2,60%.
Penurunan biaya dana juga ikut mengerek turun beban bunga (interest expense) hingga 14,94% (yoy) pada akhir tahun lalu. Dengan kinerja positif kredit dan DPK, aset bank yang berfokus pada pembiayaan rumah rakyat ini juga naik 8,14% (yoy) dari Rp371,86 triliun menjadi Rp402,14 triliun per 31 Desember 2022.
Baca Juga: Balada Rumah Pekerja Informal dan Mimpi Panjang 'Zero Backlog 2045'
“Pertumbuhan bisnis tersebut juga diimbangi dengan penguatan modal, perbaikan kualitas serta peningkatan pencadangan, sehingga bisnis Bank BTN diharapkan terus tumbuh berkelanjutan,” ujar Haru.
Adapun, dengan adanya penambahan modal dari Pemerintah, rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) tier 1 Bank BTN mencapai sebesar 16,13% atau naik 233 bps per 31 Desember 2022.
Kemudian, perbaikan proses bisnis turut menekan rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) gross Bank BTN sebesar 32 bps (yoy) menjadi 3,38%. Rasio pencadangan (coverage ratio) Bank BTN pun tetap naik sebesar 1.383 bps (yoy) menjadi 155,65% per 31 Desember 2022.
Per 31 Desember 2022, loan to deposit ratio (LDR) Bank BTN juga tetap stabil di level 92,65%. Di samping itu, rasio kecukupan likuiditas (liquidity coverage ratio/LCR) berada di level yang sehat sebesar 238,50%.
Baca Juga: Keuntungan dan Perhitungan Cicilan KPR Syariah
Kinerja Bisnis Syariah BTN Melesat
Sementara itu, bisnis Unit Usaha Syariah (UUS) Bank BTN juga melesat hingga akhir 2022. Laba bersih BTN Syariah tersebut tercatat naik 80,12% (yoy) menjadi Rp333,58 miliar per 31 Desember 2022 dari Rp185,20 miliar.
Kenaikan laba bersih UUS Bank BTN tersebut ditopang oleh peningkatan pembiayaan syariah dan perbaikan kualitas pembiayaan.
Pembiayaan syariah tercatat tumbuh sebesar 14,79% yoy menjadi Rp33,62 triliun dan non-performing financing (NPF) gross turun 101 bps (yoy) menjadi 3,31% per 31 Desember 2022.
DPK BTN Syariah juga ikut menanjak di level 18,38% (yoy) menjadi Rp34,64 triliun pada akhir 2022. Dengan kenaikan tersebut, aset BTN Syariah naik 18,18% (yoy) menjadi Rp45,33 triliun per 31 Desember 2022.
Baca Juga: BTN Syariah Jadi Bank Pertama Penyalur 'Tapera Syariah'
Mengenai spin off UUS BTN, Haru Koesmahargyo pun menyatakan bahwa, saat ini perseroan masih menunggu POJK (Peraturan Otoritas Jasa Keuangan) yang akan terbit selambat-lambatnya Juni 2023.
"Saat ini kami tetap mengoptimalkan pembiayaan perumahan syariah di Indonesia. Bahwa nanti saat spin off UUS akan membentuk bank baru atau membeli yang sudah ada belum kami putuskan, tapi yang jelas nanti akan ada bank syariah yang merupakan spin off dari UUS BTN," jelas Haru.
Sebagai informasi, kewajiban bank memisahkan (spin off ) unit usaha syariah (UUS) termaktub dalam Undang-undang RI Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, yang mulanya diberikan tenggat waktu hingga akhir Juni 2023 dihapus dalam Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK). RUU PPSK melimpahkan isu bank syariah tersebut kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Sebagai gantinya Omnibus Law Keuangan tersebut mengatur bahwa kewajiban UUS bertransformasi menjadi bank umum syariah (BUS) akan ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Adapun, POJK mengenai spin off selambat-lambatnya akan ditetapkan dalam waktu 6 bulan setelah RUU PPSK resmi diundangkan.
Baca Berita dan Artikel Menarik Lainnya di Google News