RealEstat.id (Jakarta) - "Risiko datang dari ketidaktahuan apa yang kamu kerjakan". Begitu ungkap Warrent Buffet, seorang pialang saham sukses. Ungkapan ini patut pula dipertimbangkan saat memilih langkah penyelesaian sengketa utang dalam bisnis properti.
Perkembangan saat ini memerlihatkan beberapa pengembang properti sedang menghadapi sengketa utang. Mereka berada di bawah ancaman PKPU/Kepailitan. Padahal langkah hukum ini belum tentu pas.
Belum Tentu Pas
Tren PKPU/Kepailitan cenderung meningkat. Padahal langkah hukum ini belum tentu pas menjadi solusi. Pasalnya kondisi bisnis masih dalam kondisi sulit terdampak pandemi virus Corona (Covid-19). Pemberesan boedel pailit oleh kurator tidak mudah. Pemberesan yang dilakukan kurator membutuhkan waktu yang panjang.
Baca Juga: Pengembang dalam PKPU, Bagaimana Nasib Konsumen Properti?
Pailit lanjut usaha (on going concern) relatif jarang yang menorehkan kisah sukses. Langkah itu berujung kepada likuidasi obyek jaminan secara bertahap. Kurator masih memiliki keterbatasan dalam meningkatkan nilai aset dengan melanjutkan usaha.
Pihak Kreditur sebaiknya mempertimbangkan cukup matang sebelum mengambil langkah ini. Banyak sekali faktor yang harus dipertimbangkan. Tidak terkecuali konsumen properti selaku Kreditur Konkuren. Konsumen adalah kreditur yang memiliki kasta terendah setelah Kreditur Preference dan Kreditur Seperatis.
Baca Juga: 5 Langkah Restrukturisasi Kredit Properti Akibat COVID-19
Langkah kepailitan dalam penyelesaian utang bisnis properti bisa menjadi bumerang, karena mengambil langkah pailit dapat membuat potensi pemulihan kerugian (recovery) berkurang. Waktu yang dibutuhkan juga cukup panjang. Sementara para kreditur terus meradang karena uang yang diinvestasikan berpotensi akan hilang.
Pengembang Nakal
Langkah pailit tepat apabila pengembang properti tidak memiliki itikad baik atau nakal. Pengembang nakal perlu diberikan pembelajaran agar tidak mengganggu disiplin pasar properti. Bukan hanya perusahaan yang dimohonkan pailit. Pribadinya pengembang nakal sangat pantas untuk dimohonkan pailit.
Pengembang nakal patut pula diberi pembelajaran dengan "sengatan" pidana. Bukan hanya pidana umum tetapi juga Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Kemungkinan ini dapat diperhatikan dalam UU No.8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Baca Juga: Perlu Diketahui, Jenis-jenis Akad KPR Syariah
Penerapan prinsip the follow of money dalam TPPU diharapkan dapat membantu kreditur memastikan dugaan tindak pidana penipuan dan/atau penggelapan dana serta pencucian uang yang dilakukan debitur. Moga-moga langkah hukum tambahan ini dapat menjadi potensi memaksimalkan pemulihaan kerugian kreditur.
Bisnis properti memerlukan pelaku usaha yang beritikad baik, berbisnis secara etis dan patuh kepada regulasi dan meningkatkan value. Pelaku usaha properti seperti ini diharapkan menumbuhkan kepercayaan pasar. Kita sangat berharap agar bisnis properti semakin bergairah.
Penutup
Kondisi bisnis properti yang masih sulit saat ini sebaiknya melakukan kolaborasi, kolaborasi, kolaborasi. Pengembang properti sebaiknya melakukan kolaborasi dengan para kreditur. Banyak pola kolaborasi. Bingkailah langkah itu agar tidak menimbulkan persoalan baru di ranah litigasi.
Akhirnya, para pelaku usaha dalam bisnis properti aman dan bijaklah dalam melakoni pasar properti. Semoga artikel ini bermanfaat.
Juneidi D. Kamil, SH, ME, CRA adalah Praktisi Hukum Properti dan Perbankan. Artikel ini adalah pendapat pribadi penulis. Untuk berkorespondensi, dapat disampaikan melalui email: kamiljuneidi@gmail.com.