Konflik Pertanahan Rempang Eco City, ATR/BPN: Masyarakat Tidak Punya Sertifikat!

Hadi Tjahjanto menjelaskan bahwa tanah seluas 17 ribu hektare di Pulau Rempang, sebagian besar merupakan kawasan hutan dan tidak ada hak atas tanah di atasnya.

Hadi Tjahjanto, Menteri ATR/Kepala BPN. (Foto: Dok. ATR/BPN)
Hadi Tjahjanto, Menteri ATR/Kepala BPN. (Foto: Dok. ATR/BPN)

RealEstat.id (Jakarta) – Penyelesaian sengketa dan konflik pertanahan menjadi salah satu fokus utama Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN). Salah satu yang menjadi perhatian utama adalah penyelesaian atas konflik pertanahan di Pulau Rempang.

Sebagai informasi, di pulau yang berada di Provinsi Kepulauan Riau tersebut akan dilakukan pengembangan proyek Rempang Eco City oleh Badan Pengusahaan (BP) Batam.

Sehubungan dengan konflik yang tengah menghangat itu, Menteri ATR/Kepala BPN, Hadi Tjahjanto menjelaskan bahwa tanah seluas 17 ribu hektare di Pulau Rempang sebagian besar merupakan kawasan hutan dan tidak ada hak atas tanah di atasnya.

Baca Juga: ATR/BPN: Status HGB Berakhir, Hotel Sultan Jakarta Kembali Dikuasai Negara

Saat ini, di pulau tersebut juga ada pengajuan permohonan Hak Pengelolaan (HPL) oleh BP Batam seluas kurang lebih 600 hektare yang merupakan Area Penggunaan Lain (APL).

"Jadi masyarakat pun yang tinggal di sana juga tidak ada sertifikat," kata Hadi Tjahjanto dalam Rapat Kerja dengan Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) di Jakarta, Selasa (12/09/2023) lalu.

Lebih lanjut ia mengungkapkan, sebelum isu mengemuka, pemerintah telah melakukan pendekatan kepada masyarakat dan sebagian di antaranya menerima usulan berupa solusi dari pemerintah.

Hadi Tjahjanto menjelaskan, terdapat 15 titik tempat masyarakat hidup di Pulau Rempang yang mayoritas tinggal di pinggir pantai dan berprofesi sebagai nelayan.

Baca Juga: Sengketa Lahan Rocky Gerung - Sentul City, Ini Tanggapan ATR/BPN

"Dengan adanya proyek ini pemerintah coba ketuk hati masyarakat, dengan tetap menghargai budaya lokal, yaitu dengan mencarikan tempat relokasi," ujarnya.

Menteri ATR/Kepala BPN menyampaikan, solusi yang ditawarkan pemerintah kepada masyarakat, yakni telah disiapkan lahan seluas 500 hektare dan dibagikan kepada masyarakat masing-masing seluas 500 meter beserta alas hak atas tanahnya.

"Disiapkan 500 hektare sesuai kebutuhan masyarakat di situ, kita tempatkan di pinggir lautan agar mudah mencari nafkah," tuturnya.

Di samping itu, fasilitas umum dan fasilitas sosial seperti tempat ibadah, sarana pendidikan, dan kesehatan juga akan dibangun untuk masyarakat. Hadi Tjahjanto pun mengatakan telah berkoordinasi dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk bisa memberikan bantuan berupa bangunan dermaga bagi nelayan setempat.

Baca Juga: Sertifikat Tanah Elektronik, Amankah?

Guna memastikan kondisi di lapangan, Hadi Tjahjanto mengaku akan melakukan kunjungan langsung untuk memastikan kembali ke masyarakat apakah penawaran yang diberikan pemerintah bisa diterima atau tidak.

Terakhir, ia menekankan bahwa pemerintah melalui Program Strategis Nasional (PSN) tetap mengutamakan masyarakat yang jauh dari pusat kota seperti di pedalaman, pulau kecil, dan pulau kecil terluar.

"Beberapa kunjungan saya khususnya di wilayah yang jauh, tujuannya mengutamakan masyarakat di pedalaman, pulau kecil, dan pulau terluar, sehingga mereka merasakan kehadiran negara. Maka di antaranya seperti petani gurem, nelayan, bisa tersenyum karena kehadiran negara," tutup Hadi Tjahjanto.

Redaksi@realestat.id

Simak Berita dan Artikel Menarik Lainnya di Google News

Berita Terkait

Foto: Dok. Kementerian PU
Foto: Dok. Kementerian PU
Ilustrasi program 3 juta rumah, (Sumber: BP Tapera)
Ilustrasi program 3 juta rumah, (Sumber: BP Tapera)
Anak-anak penghuni Rusun Pasar Rumput (Foto: Dok. Kementerian PKP)
Anak-anak penghuni Rusun Pasar Rumput (Foto: Dok. Kementerian PKP)