Keuntungan dan Perhitungan Cicilan KPR Syariah

Menerapkan transaksi murabahah, KPR syariah menawarkan beberapa keuntungan yang tidak diberikan oleh KPR konvensional.

KPR Syariah (Foto diolah dari Pixabay.com)
KPR Syariah (Foto diolah dari Pixabay.com)

RealEstat.id (Jakarta) – KPR (kredit pemilikan rumah) dengan skema syariah makin digemari konsumen karena dianggap sesuai ajaran Islam dan menawarkan beberapa keuntungan. Hal ini tercermin dari maraknya bank-bank syariah yang menyasar ceruk pasar ini.

Berdasarkan data Statistik Perbankan Syariah (SPS) Mei 2020 yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Juli 2020, pembiayaan Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS) untuk pemilikan rumah tinggal dan apartemen telah mencapai Rp86,774 triliun. Nilai ini merupakan pertumbuhan sebesar 16,39% secara tahunan (year-on-year) dari sebelumnya Rp74,557 triliun.

Baca Juga: Perlu Diketahui, Jenis-jenis Akad KPR Syariah

Bahkan, di awal Februari 2021, Presiden Joko Widodo meresmikan pembentukan PT Bank Syariah Indonesia Tbk., (BSI) entitas usaha hasil penggabungan tiga bank syariah nasional: PT Bank Syariah Mandiri (BSM), PT Bank BRI Syariah, Tbk. (BRIS) dan PT BNI Syariah (BNIS).

Secara umum ada dua segmen masyarakat yang menjadi konsumen KPR bank syariah. Pertama, konsumen yang fanatik dengan sistem Islami (syariah). Mereka menganggap bank konvensional mengandung unsur ribawi, sementara bank syariah lebih aman dari riba.

Kedua, konsumen rasionalis yang melihat produk KPR mana yang lebih menawarkan keuntungan: KPR syariah atau konvensional. Mereka biasanya terlebih dahulu membandingkan uang yang mesti dikeluarkan untuk mencicil rumah.

Baca Juga: Kinerja Mengilap 10 Bank Syariah Penyalur KPR FLPP

Ini pula penyebab pembiayaan syariah mulai diminati di negara-negara berpenduduk mayoritas non-muslim. Di Amerika Serikat misalnya, penggunaan KPR syariah mulai diperhitungkan, terutama setelah krisis finansial global di 2009 lalu, yang menyebabkan harga properti jatuh.

Konsumen memilih KPR syariah karena dinilai memiliki aturan yang lebih ketat. Bank syariah tidak akan mengucurkan KPR, jika investasi properti yang diinginkan calon debitur dianggap tidak prospektif. Hal ini sesuai dengan prinsip bank syariah, yakni berbagi risiko.

Perbedaan KPR Syariah dengan Konvensional
Lantas, ada perbedaan antara KPR syariah dengan KPR konvensional? Pada KPR syariah, yang ditransaksikan adalah barang (dalam hal ini rumah) dengan prinsip jual-beli (murabahah). Sementara pada KPR konvensional, yang ditransaksikan adalah uang.

Dalam pembiayaan KPR bank syariah, ada tiga pihak yang terlibat, yaitu nasabah, bank, dan developer. Pihak bank membeli properti dari developer, kemudian menjualnya kembali kepada nasabah yang dibayar secara angsuran.

Meski tidak memberlakukan sistem bunga, KPR bank syariah mengambil margin keuntungan dari harga jual rumah—dan hal ini diperbolehkan dalam sistem syariah dan tidak tergolong riba.

Baca Juga: Qanun Aceh Bikin Pembiayaan Properti Syariah Kian Merekah

KPR Syariah juga telah memenuhi unsur transaksi syariah, sesuai fatwa Dewan Syariah Nasional, sehingga transaksi dijamin kehalalannya.

Pembiayan ini, dapat digunakan untuk membeli rumah, ruko, rukan, apartemen, bisa juga untuk membiayai pembangunan atau renovasi rumah, serta pengalihan pembiayaan KPR dari bank lain.

Jangka waktu pembayaran KPR syariah yang ditawarkan perbankan syariah umumnya sangat panjang sekitar 10-15 tahun.

Keuntungan dan Perhitungan Cicilan KPR Syariah
Bank konvensional biasanya menerapkan suku bunga KPR tetap (fixed) selama beberapa tahun pertama, setelah itu menggunakan suku bunga floating, yang naik-turun tergantung kondisi ekonomi dan suku bunga acuan.

Sementara itu, cicilan KPR syariah tetap selama masa tenor, sedangkan pendapatan konsumen (biasanya) akan naik. Hal ini akan tentu akan meringankan konsumen dalam mencicil.

KPR syariah juga tidak mengenal istilah value of money. Dengan demikian, jika konsumen (debitur) terlambat atau menunggak pembayaran, tidak akan dikenakan denda. Demikian pula jika konsumen ingin melunasi cicilan sebelum waktunya.

Baca Juga: Cara Membagi Harta Warisan dalam Hukum Islam

Hal terpenting, KPR Syariah tidak menerapkan compound interest atau bunga berganda dalam penghitungan margin atau angsurannya. Sistem bunga angsuran dihitung berdasarkan pengaruh inflasi yang sudah dibicarakan sebelumnya antara pihak bank dengan debitur.

Sebagai contoh, debitur membeli rumah seharga Rp500 juta dengan uang muka sebesar 20% (Rp100 juta). Dengan demikian bank syariah akan membiayai Rp400 juta.

Misalnya, pihak bank mengambil marjin keuntungan Rp200 juta dengan masa cicilan 10 tahun, maka uang yang harus Anda cicil selama masa tenor adalah Rp600 juta atau Rp5 juta per bulan.

Redaksi@realestat.id

Berita Terkait

Puncak HUT KPR BTN ke-48 di Mall Kota Kasablanka, Ahad, 15 Desember 2024. (Foto: Kementerian PKP)
Puncak HUT KPR BTN ke-48 di Mall Kota Kasablanka, Ahad, 15 Desember 2024. (Foto: Kementerian PKP)
Perumahan MBR. (Foto: Dok. Kementerian PUPR)
Perumahan MBR. (Foto: Dok. Kementerian PUPR)
MBR Sektor Informal (Foto: Dok. Kementerian PUPR)
MBR Sektor Informal (Foto: Dok. Kementerian PUPR)
Global Market Economist Maybank Indonesia, Myrdal Gunarto, dan Head Digital Banking Maybank Indonesia, Charles Budiman berdiskusi disela-sela Luncheon Talk SBN Pasar Sekunder melalui M2U ID App. (Sumber: Maybank)
Global Market Economist Maybank Indonesia, Myrdal Gunarto, dan Head Digital Banking Maybank Indonesia, Charles Budiman berdiskusi disela-sela Luncheon Talk SBN Pasar Sekunder melalui M2U ID App. (Sumber: Maybank)