Insentif PPN Tingkatkan Permintaan Perumahan Siap Huni Dari End-user

End-user masih mendominasi pasar perumahan dengan porsi 74% dari pembeli, dan KPR masih menjadi metode pembayaran favorit.

Progres pembangunan Cluster Ramma, Modernland Cilejit. (Foto: Dok. Modernland)
Progres pembangunan Cluster Ramma, Modernland Cilejit. (Foto: Dok. Modernland)

RealEstat.id (Jakarta) - Walau di tengah pandemi, pasar perumahan tapak di Semester I 2021 masih mencatat tingkat transaksi yang cukup sehat. Rata-rata jumlah unit yang terjual tercatat pada 26 unit per bulan per proyek. Angka ini meningkat 11% dibandingkan Semester I 2020. Demikian informasi yang dinukil dari laporan bertajuk MarketBeat yang dirilis Cushman & Wakefield Indonesia.

Sementara itu, rata-rata nilai penjualan tercatat di sekitar Rp36,8 miliar per bulan per proyek, meningkat 17% secara tahunan (YoY). Tangerang masih menjadi area dengan rata- rata tingkat penyerapan tertinggi pada 39,5 unit per bulan per proyek, diikuti Bekasi pada 23,8 unit per bulan per proyek. 

Baca Juga: Rumah Segmen Rp500 Juta - Rp1 Miliar Masih Dominasi Pasar Jabodebek - Banten

Beberapa transaksi terjadi pada perumahan siap huni, sebagai respon program atas insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pemerintah yang berlaku sejak Maret 2021. Program ini menawarkan keringanan PPN 100% untuk rumah seharga Rp2 miliar ke bawah, juga keringanan PPN 50% untuk unit seharga Rp2 miliar hingga Rp5 miliar. Rumah dalam program ini harus dapat diserahterimakan kepada konsumen selambat-lambatnya di akhir Agustus 2021 (yang diperpanjang hingga akhir 2021).

Meningkatnya jumlah permintaan atas unit yang masuk kedalam kriteria program ini terlihat di beberapa proyek perumahan. Namun di sisi lain, proporsi signifikan rumah yang terjual pada semester ini masih didominasi oleh rumah inden. Hal ini dikarenakan mayoritas estat memiliki stok terbatas untuk rumah siap huni, terutama pada pengembangan besar di mana mayoritas unit sudah terjual di masa peluncuran produk. 

"End-user masih mendominasi pasar dengan porsi 74% dari pembeli, dan KPR masih menjadi metode pembayaran favorit. Pada Semester I 2021, bank sudah mulai memberlakukan keringanan pada peraturan KPR dan penerimaan debitur KPR baru," kata  Arief RahardjoDirector Strategic Consulting Cushman & Wakefield Indonesia dalam laporan tersebut.

Baca Juga: Pencarian Online Jadi Pilihan, Inilah Properti yang Paling Dicari Konsumen

Penolakan KPR sudah lebih berkurang jika dibandingkan awal pandemi, walaupun pengecekan latar belakang debitur masih cukup ketat untuk konsumen yang bekerja pada industri tertentu. Pada semester ini, bunga KPR bank tergolong rendah, yang menarik pembeli dengan prospek cicilan bulanan yang lebih rendah.

Di sisi lain, walau dengan peraturan Bank Indonesia terbaru mengenai relaksasi rasio Loan To Value (LTV)/Financing To Value (FTV) yang memungkinkan DP 0% untuk seluruh fasilitas KPR pada bank yang sesuai dengan kriteria, selama Maret hingga Desember 2021, banyak estat masih mengharuskan adanya DP minimal 5% - 10% untuk KPR pertama. Hal ini dilakukan untuk menjaga komitmen pembeli dan kemampuannya dalam menyelesaikan cicilan. 75% pembeli memilih cara bayar KPR, diikuti oleh cash keras di 13% dan cash bertahap pada 12%. 

Pada semester ini, permintaan dari segmen Menengah-Bawah mendominasi dengan porsi 40,7%, diikuti segmen Menengah pada 30,5%. Hal ini disebabkan oleh keluarga muda dan lajang yang mencari rumah pertama mereka, sebagai end-user yang mendominasi pasar. 

Harga Naik Secara Konservatif 
Semester awal 2021 mencatat 5,377 pasokan unit baru, meningkat 33,8% (YoY) dibandingkan tahun lalu. Tidak ada proyek baru yang masuk ke pasar perumahan tapak di semester ini, dan beberapa proyek baru diperkirakan akan memasuki pasar di semester depan.

Unit dari segmen Menengah-Bawah mendominasi pasokan sebesar 41,8%, diikuti dengan segmen Menengah di 21,9%. Selama semester ini, jumlah pasokan baru dari segmen Atas tergolong tinggi pada 1068 unit, hampir sepadan dengan segmen Menengah (1.179 unit).

Baca Juga: Terkoreksi, Pasar Rumah Sekunder di Jakarta Masih Aman

Sejak semester lalu, beberapa pengembang telah mulai percaya diri dalam menjual unit segmen atas di tengah pandemi, dengan mempertimbangkan program vaksinasi pemerintah dan perkiraan kenaikan ekonomi yang diberitakan pada awal tahun. 

Dengan ketidakpastian akibat pandemi, pengembang melakukan berbagai upaya untuk menjaga keterjangkauan harga produk mereka. Harga tanah perumahan rata-rata di Jakarta dan sekitarnya tercatat di Rp11.600.758 selama semester 1 2021, atau meningkat 1,2% dari semester sebelumnya.

Pengembang masih menjaga kenaikan harga tanah secara konservatif, sementara beberapa lainnya masih tidak mengalami kenaikan harga. Rata-rata harga jual hanya bertumbuh sekitar 2,24% (YoY), salah satu faktornya terkait dengan inflasi dari harga material bangunan. 

Pengembang Masih Wait and See
PPKM Darurat yang dilaksanakan sejak Juli 2021 telah membuat masyarakat lebih waspada. Pembatasan aktivitas publik yang pada awalnya direncanakan selama tiga pekan dan saat ini masih diperpanjang, mendorong pengembang untuk bersikap wait and see.

Hal ini dikarenakan aktivitas pemasaran akan cukup terbatas dan calon pembeli diperkirakan akan lebih berhati-hati dalam membuat keputusan investasi. Segmentasi harga produk dan tipe produk yang akan diluncurkan kembali dipertimbangkan untuk dapat memenuhi daya beli masyarakat pada fase terbaru pandemi ini. 

Baca Juga: Pengembang Rumah Subsidi: Disibukkan Administrasi, Miskin Inovasi

Selain itu, rencana program insentif PPN pemerintah yang akan diperpanjang hingga akhir 2021 membuat pengembang fokus menyelesaikan dan menjual produk yang dalam masa konstruksi, sehingga bisa diserahterimakan pada akhir tahun ini, mengingat persediaan rumah siap huni yang masuk ke dalam kriteria program ini semakin terbatas.

Program insentif PPN diperkirakan untuk dapat kembali menunjang penjualan unit di semester kedua 2021. Bunga KPR yang rendah diperkirakan untuk dapat terus menarik calon pembeli, walaupun relaksasi LTV/FTV yang mengizinkan DP 0% untuk seluruh fasilitas KPR baru masih diperkirakan belum efektif dalam prakteknya.  

Redaksi@realestat.id

Berita Terkait

Praktisi Perkotaan dan Properti, Soelaeman Soemawinata (kanan) dan Pengamat Tata Kota, Yayat Supriatna dalam Diskusi Forwapera bertajuk "Tantangan Perkotaan dan Permukiman Menuju Indonesia Emas 2045" (Foto: realestat.id)
Praktisi Perkotaan dan Properti, Soelaeman Soemawinata (kanan) dan Pengamat Tata Kota, Yayat Supriatna dalam Diskusi Forwapera bertajuk "Tantangan Perkotaan dan Permukiman Menuju Indonesia Emas 2045" (Foto: realestat.id)
Kawasan SCBD Jakarta (Foto: realestat.id)
Kawasan SCBD Jakarta (Foto: realestat.id)