RealEstat.id (Jakarta) – Masalah pertanahan selalu mendapat sorotan karena dampaknya yang serius. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menilai, salah satu masalah utama di bidang pertanahan adalah karena ketimpangan penguasaan tanah.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UUCK) memerintahkan untuk menjamin ketersediaan tanah bagi masyarakat demi mewujudkan keadilan sosial. Hal ini diutarakan oleh Menteri ATR/BPN, Sofyan A. Djalil dalam Rapat Kerja bersama Komite I DPD RI, Senin (31/05/2021) melalui pertemuan daring.
Dia mengatakan bahwa Kementerian ATR/BPN serius dalam menyelesaikan masalah pertanahan dari hulu hingga hilir. Saat ini, Kementerian ATR/BPN melakukan pendekatan sistemik alih-alih menggunakan pendekatan ad hoc yang sporadis.
Baca Juga: Tiga Cara Memberantas Aksi Kejahatan Mafia Tanah
“Kita mulai selesaikan dari hulu, seperti mengapa banyak terjadi sengketa pertanahan? Karena ada beberapa tanah yang belum terdaftar semua, itulah kita adakan PTSL (Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap),” tutur Sofyan A. Djalil seperti dinukil dari siaran pers yang dirilis Kementerian ATR/BTN.
Keseriusan Kementerian ATR/BPN dalam menangani permasalahan pertanahan, imbuh Sofyan, juga diwujudkan oleh berbagai tindakan, salah satunya dengan dibentuknya satgas anti mafia tanah.
Dia menjelaskan bahwa sudah banyak kasus mafia tanah yang diselesaikan oleh satgas anti mafia tanah, menjadi bukti bahwa pihaknya amat tegas dalam menyingkap kasus tanpa pandang bulu.
Baca Juga: ATR/BPN Tawarkan Skema Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan
“Kami begitu tegas, jika ada oknum Kementerian ATR/BPN yang terlibat dalam mafia tanah, sanksinya berat,” tambah Sofyan A. Djalil.
Selain itu, Kementerian ATR/BPN juga menjalankan program Reforma Agraria. Menurut Sofyan, Reforma Agraria oleh Kementerian ATR/BPN berwujud pada obyek tanah-tanah Hak Guna Usaha (HGU) yang terlantar dan HGU yang habis statusnya untuk diberikan kepada rakyat.
“Mohon dukungan dari Bapak/Ibu agar permasalahan pertanahan ini semakin tertib, BPN kini sudah lebih baik dari sebelumnya dan akan terus berusaha lebih baik lagi,” tambah Sofyan A. Djalil.
Baca Juga: Waspada Sindikat Kepailitan, Konsumen Properti Harus Cerdas
Hal senada juga disampaikan oleh Direktur Jenderal (Dirjen) Penataan Agraria, Andi Tenrisau dalam paparannya. Ia menyampaikan bahwa wujud Reforma Agraria yang dilakukan Kementerian ATR/BPN yaitu dalam bentuk legalisasi aset serta redistribusi tanah. Reforma Agraria merupakan wujud kehadiran negara di tengah permasalahan terkait pertanahan yang dialami masyarakat.
Sementara itu, bicara soal sengketa dan konflik pertanahan yang menjadi salah satu fokus Kementerian ATR/BPN, Dirjen Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan, RB Agus Widjayanto berkata bahwa pihaknya juga menangani perkara serta gugatan di Kementerian ATR/BPN.
Terkait konflik kawasan hutan, Agus Widjayanto berkata bahwa terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 88 Tahun 2017 tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan menjadi titik awal terkait panduan penanganan konflik.
Baca Juga: Punya Kawasan dan Tanah Telantar? Siap-siap Disita Negara!
“Kita memang sudah dipayungi oleh Perpres tersebut untuk satu tim sehingga dalam penanganan konflik, kita bisa berkoordinasi dengan pihak terkait termasuk Kantor Staf Presiden,” tukasnya.
Kemudian pada kesempatan yang sama juga Dirjen Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah, Suyus Windayana mengatakan, saat ini tanah ulayat atau tanah bersama para warga masyarakat hukum adat sudah diakui dalam bentuk Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun Pendaftaran Tanah. Ia menjelaskan bahwa tanah ulayat yang sudah ditetapkan dapat diberikan hak pengelolaan dan Hak Atas Tanah.
“Ini kebijakan terbaru terkait pengelolaan tanah, prosesnya mulai dari pemberian, perpanjangan dan pembaharuan,” tutup Suyus Windayana.