Ini Dia, Faktor-faktor Pendukung Sektor Properti Indonesia di 2022

Para stakeholder properti Tanah Air berharap agar penurunan suku bunga acuan kredit juga diikuti oleh suku bunga KPR.

Perumahan di Jakarta Selatan (Foto: Realestat.id)
Perumahan di Jakarta Selatan (Foto: Realestat.id)

RealEstat.id (Jakarta) - Stimulus Pemerintah masih akan menjadi faktor penentu sektor properti di Indonesia pada 2022 ini. Insentif berupa pemangkasan PPN untuk properti hunian ready stock yang dirilis Pemerintah pada Maret 2021 berhasil meningkatkan penjualan properti sekitar 10% - 20% dalam tiga bulan pertama. Melihat pengaruhnya yang signifikan, Pemerintah pun kemudian memperpanjangnya hingga Juni 2022.

Kemudahan juga ditawarkan oleh pemerintah daerah berupa keringanan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), tentu dengan besaran yang berbeda-beda. Kebijakan ini juga dinilai akan menjadi elemen kunci sektor properti Indonesia di tahun 2022.

Riset bertajuk Property Market Outlook 2022 yang dirilis Rumah.com menyebut, sebanyak 70% konsumen berharap Pemerintah mengurangi nilai BPHTB agar memudahkan mereka mendapatkan properti idaman.

Baca Juga: Soroti 7 Isu Strategis, Ini Rekomendasi The HUD Institute Terkait Perkotaan dan Perumahan Rakyat

Selain insentif dari Pemerintah, proyek infrastruktur transportasi juga turut menggenjot sektor properti dari sisi harga, khususnya jalan tol baru yang menghubungkan kawasan hunian dengan jalur tol lingkar luar Jakarta.

Di sepanjang 2021, Tangerang agaknya menjadi kawasan yang paling diuntungkan oleh pengembangan infrastruktur. Pasalnya, Pemerintah meresmikan tiga ruas jalan tol yang saling terkoneksi di Tangerang, yaitu Cengkareng-Kunciran, Kunciran-Serpong, dan Serpong-Pamulang.

"Rumah.com mencatat, pada Kuartal III 2021, Kota Tangerang, Tangerang Selatan, dan Kabupaten Tangerang secara berturut-turut mencatat kenaikan harga properti tahunan sebesar 17,04%, 9,21%, dan 13,55%," tutur Marine Novita, Country Manager Rumah.com.

Dalam APBN 2022 anggaran untuk proyek infrastruktur mencapai 14% dari total APBN 2022. Porsinya sedikit lebih tinggi daripada kesehatan. Sementara itu, total nilai APBN 2022 ini adalah sebesar Rp384,8 triliun, turun dari tahun sebelumnya sebesar Rp417,8 triliun.

Baca Juga: Pasar Rumah Sekunder: Pasokan Bertambah, Harga Melandai

Bank Indonesia kembali mempertahankan suku bunga Bank Indonesia 7 Days Reverse Repo Rate (BI7DRR) di angka 3,5% pada 19 Oktober 2021. Keputusan ini diambil demi menjaga stabilitas makro ekonomi serta mendukung upaya pemulihan ekonomi nasional.

Para stakeholder properti Indonesia berharap agar di 2022 penurunan suku bunga BI7DRR ini diikuti pula oleh suku bunga KPR. Berdasarkan data hingga Agustus 2021, rata-rata suku bunga KPR dan KPA sejak Januari 2020 adalah 8,38% sementara rata-rata suku bunga BI7DRR berada di angka 3,92%. Adapun pergerakan suku bunga KPR dan KPA juga belum sedinamis BI7DRR.

Saat suku bunga BI7DRR sudah mengalami penurunan sebesar 20% pada Februari 2021 dibandingkan awal tahun 2020, namun suku bunga KPR dan KPA hanya turun sekitar 1,09% pada periode yang sama.

"Tingginya tingkat suku bunga dinilai berpengaruh pada besarnya cicilan KPR per bulan. Sebanyak 88% responden Rumah.com menyebut, besarnya cicilan per bulan yang harus dibayarkan menjadi pertimbangan utama dalam rencana pembelian properti, sehingga mereka meminta Pemerintah menurunkan suku bunga kredit perumahan," papar Marine Novita.

Baca Juga: Pasar Properti Syariah Tak Terpengaruh Pandemi, Apa Sebabnya?

Di sisi lain, program vaksinasi Covid-19 yang digencarkan Pemerintah sejak hampir setahun lalu, membantu tingkatkan optimisme konsumen properti. Meski secara umum, dampak pandemi sudah mulai berkurang, dari 1078 responden yang disurvei Rumah.com secara online, sebanyak 37% responden masih menunda rencana beli properti dan enggan melakukan survei langsung ke lokasi.

Selain itu, lantaran terus-menerus berada di rumah, membuat 48% responden merasa perlu memperbaiki atau merenovasi rumahnya. Sebanyak 65% responden berencana membeli properti baru dalam jangka waktu setahun ke depan. Umumnya masih menargetkan rumah tapak. Setengah di antaranya ingin berinvestasi lewat properti yang mereka beli.

"Di tahun 2022, daya beli masyarakat kelihatan belum akan pulih sepenuhnya, sehingga kondisi pasar masih tetap bergantung kepada kebijakan pemerintah atas insentif pajak dan suku bunga KPR maupun KPA. Namun, pengembang juga bisa berstrategi untuk meningkatkan penjualan dengan berfokus pada ketersediaan sarana publik di sekitar hunian serta berbagai fitur ramah lingkungan pada hunian yang mereka tawarkan kepada konsumen," tutup Marine Novita.

Redaksi@realestat.id

Berita Terkait

Kawasan perkantoran di CBD Jakarta. (Foto: Realestat.id/Anto Erawan)
Kawasan perkantoran di CBD Jakarta. (Foto: Realestat.id/Anto Erawan)
Ilustrasi perumahan menengah bawah. (Sumber: BP Tapera)
Ilustrasi perumahan menengah bawah. (Sumber: BP Tapera)