GBCI: Bangun Properti Hijau Sekarang atau Properti Anda Tidak Relevan di Masa Depan!

Developer yang tidak membangun properti hijau sekarang, maka dalam 10 tahun mendatang produk propertinya menjadi tidak relevan lagi.

Kawasan hijau di Alam Sutera (Foto: Istimewa)
Kawasan hijau di Alam Sutera (Foto: Istimewa)

RealEstat.id (Tangerang) – Pengembang swasta merupakan komponen penting dalam pengembangan kawasan hunian terintegrasi—terutama kawasan hunian berkonsep hijau (eco green living).

Pasalnya, Pemerintah sejak dulu tidak memiliki konsep pengembangan kawasan, kecuali kawasan IKN. Hal ini dikemukakan oleh Iwan Prijanto, Chairperson Green Building Council Indonesia (GBCI) dalam acara Elevee Media Talk, di Alam Sutera, Tangerang, Selasa (28/5/2024).

"Sebelumnya, kita tidak pernah tahu akan ada kawasan terpadu seperti SCBD atau Mega Kuningan. Semua itu direncanakan dan dikerjakan oleh pengembang swasta yang notabene membangun dengan pendekatan bisnis," tutur Iwan Prijanto kepada awak media yang hadir.

Hal ini berbeda dengan pemerintah di beberapa negara yang memiliki perencanaan kawasan yang sangat baik, seperti Jepang, Singapura, dan Hong Kong, di mana Pemerintah setempat tidak memberi ruang terhadap on-demand planning.

Baca Juga: REI DKI Jakarta Bersinergi Wujudkan Jakarta Hijau, Ramah Lingkungan, dan Humanis

“Di negara maju, pemerintah bertanggung jawab menciptakan perencanaan jangka panjang. Pelaku usaha swasta tinggal menyesuaikan dengan perencanaan tersebut. Sedangkan di Indonesia yang terjadi justru kebalikannya,” tukas Iwan Prijanto.

Terkait konsep green property, pengembang properti pun harus berperan aktif untuk menjaga lingkungan dalam pengembangan proyek. Penerapan konsep properti hijau penting dilakukan, karena berkontribusi dalam upaya mengantisipasi perubahan iklim global.

GBCI mencatat, proses konstruksi sebuah bangunan mengonsumsi 35% energi dan 12% air, menghasilkan 25% sampah, serta mengeluarkan 39% emisi gas rumah kaca (greenhouse gases).

Setelah pembangunan selesai, imbuh Iwan, operasional bangunan bertingkat itu berkontribusi tiga besar teratas dalam memproduksi emisi karbondioksida (CO2).

Baca Juga: Jadi New Territory, Properti di Barat Jakarta Tawarkan 'Value of Life'

Menurutnya, suka tidak suka, developer harus turut berperan aktif dalam kegiatan memerangi perubahan iklim dunia. Bagi developer yang tidak bisa mengikuti ketentuan net zero carbon dalam aktivitas usahanya, maka dalam 10 tahun mendatang produk propertinya menjadi tidak relevan lagi.

"Risikonya, para pengembang ini bakal kesulitan menjual produk properti miliknya. Bangunan hijau saat ini mungkin belum terlalu populer, tetapi mungkin sepuluh tahun ke depan akan menjadi dominan. Belum lagi terkait insentif Pemerintah,” kata Iwan Prijanto.

elevee media talk alam sutera properti hijau eco green living realestat.id dok
Dari kiri ke kanan: Iwan Prijanto, Chairperson Green Building Council Indonesia (GBCI) dan Alvin Andronicus, Chief Marketing Officer (CMO) Elevee Condominium dalam acara Elevee Media Talk, Selasa, 28 Mei 2024 (Foto: Realestat.id)

Sejak didirikan tahun 2009 silam, GBCI telah menerbitkan sertifikasi bangunan hijau atau greenship terhadap sejumlah proyek properti. Bahkan, sertifikasi hijau terbitan GBCI juga sudah mendapat pengakuan dari World Green Building Council. Hal ini seiring telah resminya GBCI sebagai anggota World Green Building Council sejak tahun 2017 silam.

“Konsep bangunan hijau bertujuan melakukan konservasi, efisiensi serta saling berbagi dalam pemanfaatan sumber daya energi, air, lahan, udara dan lingkungan,” kata Iwan.

Baca Juga: Progres Pembangunan Sesuai Rencana, Elevee Condominium Targetkan Serah Terima Awal 2025

Lebih lanjut Iwan mengatakan, saat ini ada tiga model pengembang terkait penerapan konsep properti hijau di Indonesia. Pertama, pengembang dengan konsep properti hijau yang masih sebatas gimmick marketing untuk menjaring calon konsumen.

Kedua, pengembang yang telah menerapkan konsep dan prinsip-prinsip properti hijau, namun belum memiliki sertifikasi.

"Di pengembang kategori kedua ini, tenaga marketing sudah berperan aktif dalam mengamplifikasi kebijakan pemilik perusahaan menyangkut aspek properti hijau," terangnya.

Ketiga adalah pengembang yang telah mengembangkan properti hijau sekaligus sudah mengantongi sertifikasi properti hijau dari lembaga resmi.

“Saat ini proyek properti dari Alam Sutera masih dalam kategori kedua. Kami tentu berharap pengembang nasional seperti Alam Sutera bisa menaikkan levelnya hingga ke kategori ketiga,” tutur Iwan.

Baca Juga: Eco Green Living: Empat Pilar Pengembangan Hunian Hijau Berkelanjutan

Konsep Hijau Elevee Condominium dan Kawasan Alam Sutera

Menanggapi ajakan Iwan Prijanto tersebut, Chief Marketing Officer (CMO) Elevee Condominium, Alvin Andronicus mengatakan, pihaknya sudah mengarah ke proses sertifikasi properti hijau.

Dia mengakui bahwa untuk memperoleh sertifikasi properti hijau memang tidak semudah membalik telapak tangan. Ada beragam ketentuan yang wajib dipenuhi oleh pengembang.

"Salah satu yang masih sulit untuk dipenuhi adalah penggunaan material bangunan yang sepenuhnya harus bersertifikasi hijau. Padahal, belum ada produsen bahan bangunan lokal yang bisa memenuhi ketentuan itu,” kilah Alvin.

Kendati demikian, Alvin Andronicus mengakui, penerapan konsep properti hijau memang sangat penting dalam pengembangan sebuah kawasan properti.

Dia mengungkapkan, Elevee Condominium yang merupakan bagian dari properti milik PT Alam Sutera Realty, Tbk (ASRI) juga telah mengadopsi konsep properti hijau.

Baca Juga: Jadi Trendsetter Township di Barat Jakarta, Alam Sutera Hadirkan Produk Berkarakter

“Secara kasat mata, properti di Alam Sutera sudah menerapkan konsep properti hijau. Misalnya, penanaman pohon sebagai kanopi yang menaungi pedestrian, penggunaan transportasi publik terpadu, pengolahan sampah terpadu, water treatment plan (WTP) yang memproduksi air bersih untuk dialirkan ke rumah-rumah warga di Alam Sutera,” papar Alvin.

Tidak hanya itu, jelas Alvin, pengembang Alam Sutera yang berpengalaman selama 30 tahun, juga memasang 500 closed circuit TV (CCTV) di sejumlah titik sebagai alat pemantau arus lalu lintas.

“CCTV itu merupakan bagian dari Traffic Management System yang dijalankan oleh pengelola Alam Sutera untuk mengantisipasi tumpukan kendaraan agar tidak menimbulkan polusi udara. Kami juga tengah mengembangkan pengelolaan sampah terpadu agar bisa mewujudkan zero waste,” ucapnya.

Alvin menjelaskan, konsep properti hijau juga harus menjangkau seluruh kalangan terkait. Misalnya, masyarakat baik yang bermukim di proyek properti yang dikembangkan oleh developer, maupun masyarakat di sekitarnya.

“Alam Sutera selalu mengajak warga untuk ikut berpartisipasi dalam menjaga keasrian lingkungan. Contoh sederhananya, kami mengajak warga dan masyarakat sekitar untuk tidak membuang sampah sembarangan di kawasan Alam Sutera,” tegasnya.

Redaksi@realestat.id

Simak Berita dan Artikel Menarik Lainnya di Google News

Berita Terkait

Kawasan perkantoran di CBD Jakarta. (Foto: Realestat.id/Anto Erawan)
Kawasan perkantoran di CBD Jakarta. (Foto: Realestat.id/Anto Erawan)
Ilustrasi perumahan menengah bawah. (Sumber: BP Tapera)
Ilustrasi perumahan menengah bawah. (Sumber: BP Tapera)