Survei: Kondisi Ekonomi Global Tidak Banyak Berpengaruh Pada Sektor Properti Indonesia di 2023

Situasi ekonomi global dinilai tidak terlalu berpengaruh terhadap pertumbuhan sektor properti di dalam negeri, tapi beberapa potensi risiko patut diwaspadai.

Foto: Dok. Kementerian PUPR
Foto: Dok. Kementerian PUPR

RealEstat.id (Jakarta) – Kebangkitan sektor properti di Indonesia agaknya masih menemui kendala. Pasalnya, saat pandemi mulai mereda, sejumlah tantangan baru hadir.

Sebut saja eskalasi harga material bangunan dan harga bahan bakar minyak (BBM), hingga kenaikan suku bunga dan lonjakan inflasi sebagai akibat krisis ekonomi global.

Kendati demikian, optimisme para pemangku kepentingan di sektor properti masih terlihat. Hal ini didorong oleh berbagai regulasi yang masih bergulir dari pemerintah dan semangat para stakeholder properti Tanah Air.

Baca Juga: Optimistis, Pengembang Properti dan Perbankan Tak Gentar Hadapi 'Tahun Resesi 2023'

Hal ini terungkap dalam survei berjudul 'Property Outlook Survey 2023' yang dirilis konsultan properti Knight Frank Indonesia. Survei tahunan yang bertujuan menangkap sentimen pasar terhadap proyeksi performa sektor properti di Indonesia di 2023 ini diikuti oleh para pemangku kepentingan sektor properti.

Berdasarkan survei Knight Frank Indonesia tersebut, sebanyak 59% responden optimistis pertumbuhan sektor properti akan relatif stabil di 2023. Menurut mereka situasi ekonomi global dinilai tidak terlalu berpengaruh terhadap pertumbuhan sektor properti di dalam negeri. Tetapi, beberapa potensi resiko patut diwaspadai oleh sektor properti di 2023.

Syarifah Syaukat, Senior Research Advisor Knight Frank Indonesia mengatakan: "di tengah optimisme pasar dalam memproyeksikan stabilitas sektor properti untuk 2023 terkait isu resesi dan naiknya suku bunga, para responden juga mewaspadai berbagai potensi risiko yang bisa mengganggu perkembangan sektor properti. Beberapa di antaranya adalah dampak pandemi yang berkelanjutan, kenaikan inflasi, dan semakin dekatnya pemilu.”

Baca Juga: Capai Zero Backlog Perumahan di 2045, Perlu Program 10 Juta Rumah

Beberapa subsektor properti yang diprediksi prospektif adalah rumah tapak (landed house) yang keluar sebagai pilihan dominan para responden. Subsektor lainnya meliputi industri, pergudangan modern, ritel, hotel, dan vila resor. Sementara untuk subsektor perkantoran dinilai masih stagnan dan apartemen strata cenderung melemah.

Survei juga menangkap adanya kecenderungan pasar, 66% responden, untuk wait and see pemulihan sektor properti dalam 3 -5 tahun ke depan karena masuknya Indonesia pada persiapan menjelang tahun politik di 2024 nanti.

Selanjutnya, daerah Jabodetabek masih dinilai oleh 51% sebagai kawasan yang prospektif untuk investasi sektor properti, sedang wilayah Ibu Kota Nusantara (IKN) Nusantara di posisi kedua. Bisnis e-commerce, pusat data, dan logistik juga dinilai memiliki daya ungkit positif terhadap pertumbuhan properti tahun depan.

Baca Juga: Jaga Ketersediaan Tanah, Hunian Vertikal Harus Jadi Gaya Hidup Baru

Sejalan dengan hasil survei tersebut, laporan Knight Frank Asia Pasifik juga menyebutkan bahwa Jakarta merupakan salah satu kota penyedia paling aktif untuk pusat data di wilayah Asia Pasifik. Pusat data juga tergolong dalam 10 besar subsektor real estat yang dipilih oleh investor untuk menanamkan modal dalam 18 bulan ke depan.

Sementara itu, Willson Kalip, Country Head Knight Frank Indonesia, menyebutkan: “tren digitalisasi menjadikan pusat data tumbuh progresif. Inovasi dan diversifikasi produk pada setiap subsektor properti juga diharapkan mampu membawa kondisi pasar ke arah paradigm swift untuk pemulihan pertumbuhan properti yang lebih menyeluruh."

Redaksi@realestat.id

Berita Terkait

Kawasan perkantoran di CBD Jakarta. (Foto: Realestat.id/Anto Erawan)
Kawasan perkantoran di CBD Jakarta. (Foto: Realestat.id/Anto Erawan)
Ilustrasi perumahan menengah bawah. (Sumber: BP Tapera)
Ilustrasi perumahan menengah bawah. (Sumber: BP Tapera)