Bank BTN: Capai Zero Backlog Perumahan di 2045, Perlu Program 10 Juta Rumah

Semakin banyak backlog perumahan, maka target program satu juta rumah sudah tidak relevan lagi, sehingga perlu target yang lebih besar lagi.

Dari kiri ke kanan: Herry Trisaputra Zuna, Dirjen Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Kementerian PUPR; Haru Koesmahargyo, Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk; dan Adi Setianto, Komisioner Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) di acara Focus Group Discussion bertema "Optimisme Pembiayaan Perumahan Rakyat di Tengah Resesi Global", Kamis (24/11/2022).
Dari kiri ke kanan: Herry Trisaputra Zuna, Dirjen Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Kementerian PUPR; Haru Koesmahargyo, Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk; dan Adi Setianto, Komisioner Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) di acara Focus Group Discussion bertema "Optimisme Pembiayaan Perumahan Rakyat di Tengah Resesi Global", Kamis (24/11/2022).

RealEstat.id (Bandung) - Isu resesi dan pelemahan ekonomi global, pasar properti Tanah Air diyakini masih akan tumbuh positif di tahun depan. Optimisme ini didasari tingginya backlog perumahan yang hingga 2021 mencapai 12,7 juta unit (data Badan Pusat Statistik).

Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (Bank BTN), Haru Koesmahargyo meyakini permintaan perumahan, terutama untuk rumah subsidi, akan masih tinggi pada tahun mendatang. Hal ini sejalan dengan komitmen pemerintah yang terus meningkatkan alokasi anggaran subsidi untuk sektor perumahan.

Pada tahun 2022, Pemerintah melalui Kementerian PUPR telah mengalokasi dana subsidi perumahan dengan skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) senilai Rp23 triliun untuk pembiayaan 200.000 unit rumah subsidi. Hal ini masih ditambah dengan Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT) senilai Rp888,46 miliar untuk 22.586 unit rumah.

Baca Juga: Kementerian PUPR Targetkan 'Zero Backlog' Perumahan, Apa Strateginya?

Pada tahun 2023 total target penyaluran bantuan subsidi perumahan sebanyak 274.924 unit senilai Rp34,17 triliun yang bersumber dari APBN sebesar Rp29,53 triliun dan dana masyarakat Rp4,64 triliun. Sedangkan untuk KPR FLPP pemerintah menaikkan dana subsidinya menjadi sebanyak 220.000 unit.

"Semakin banyaknya backlog perumahan maka target program satu juta rumah sudah tidak relevan lagi. Maka perlu target yang lebih besar lagi, seperti Program 10 juta rumah, sehingga pada tahun 2045, backlog perumahan sudah bisa teratasi (zero backlog)," ujar Haru Koesmahargyo dalam acara Focus Group Discussion bertema "Optimisme Pembiayaan Perumahan Rakyat di Tengah Resesi Global" di Bandung, Kamis (24/11/2022).

Lebih lanjut Haru menuturkan, tahun 2023 banyak tantangan yang dihadapi perbankan seperti kenaikan suku bunga acuan serta kebijakan restrukturisasi kredit bagi debitur yang terdampak Covid-19 akan berakhir pada Maret 2023. Kemudian berlakunya berbagai kebijakan terkait dengan GWM, ATMR dan Countercyclical Buffer yang mensyaratkan perbankan untuk memperkuat profitabilitas, permodalan dan kualitas bsinis.

Untuk menghadapi tantangan tersebut, Bank BTN telah menyiapkan enam usulan inisiatif jangka pendek 2023. Enam usulan tersebut yakni penerapan suku bunga tertentu untuk setiap kelompok desil penghasilan (desil 4 - 5: 5%, desil 6 - 8: 7%), penyesuaian masa subsidi KPR menjadi 10 tahun, pemfokusan kuota FLPP ke Bank Fokus Perumahan, pemberian subsidi premi asuransi, percepatan kepesertaan Tapera dan Piloting KPR MBR Informal.

Baca Juga: Backlog Perumahan Harus Diatasi dengan Cara yang Spektakuler!

Haru menerangkan dari enam usulan tersebut, Bank BTN akan menyiapkan terobosan baru dalam skema pembiayaan perumahan. Pertama menghadirkan, New KPR FLPP dengan masa tenor 20 tahun dan subsidi 10 tahun. Kedua, New KPR Selisih Subsidi Bunga (SSB) dengan tenor 20 tahun dan subsidi 10 tahun.

Ketiga, untuk memotivasi dan menginspirasi masyarakat memiliki rumah, manajemen juga memperkenalkan skema KPR Rent To Own untuk MBR Informal dengan tenor maksimal 30 tahun. Skema ini memugkinkan nasabah menyewa rumah terlebih dulu untuk kemudian diubah menjadi hak milik.

Keempat, KPR dengan Skema Staircasing Share Ownership (SSO), yakni KPR Subsidi dengan skema kepemilikan secara bertahap. Dan kelima, Bank BTN juga juga berharap ada penugasan khusus kepada pihak asuransi oleh pemerintah untuk subsidi tarif premi asuransi KPR.

“Kami berharap, usulan yang digulirkan Bank BTN tersebut bisa diterima oleh pemerintah, sehingga bisa lebih menggairahkan sektor pembiayaan perumahan,” tegas Haru.

Baca Juga: Tuntaskan Backlog Perumahan, Pemerintah Lakukan 6 Strategi Ini

Sementara itu, Komisioner Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) Adi Setianto menuturkan, realisasi penyaluran KPR FLPP hingga 18 November 2022 mencapai Rp21,27 triliun atau sebanyak 191.197 unit. Bank BTN menjadi penyalur KPR FLPP tertinggi dengan kontribusi lebih dari 53%. Sedangkan posisi kedua tertinggi ditempati Bank BTN Syariah dengan kontribusi sebesar 11,85%. Jika kedua data tersebut digabungkan, pangsa pasar BBTN di penyaluran FLPP mencapai lebih dari 65%.

Sementara itu, realisasi pembiayaan Tapera mencapai Rp636,7 miliar atau sebanyak 4.256 unit. Dari jumlah tersebut, Bank BTN menjadi penopang utama dengan menyalurkan pembiayaan Tapera sebanyak 3.093 unit rumah, atau lebih dari 72%.

“Kami berharap bank lain ikut meningkatkan lagi kontribusi dan perannya dalam penyaluran program KPR untuk rakyat, baik dalam bentuk penyaluran dana Tapera ataupun FLPP. Tanpa partisipasi aktif perbankan, kita akan sulit menekan angka backlog perumahan sebagaimana amanat pemerintah,” katanya.

Baca Juga: Atasi Backlog, Sektor Perumahan Perlu Upaya Lebih Keras dan Kreatif

Adi mengungkapkan, salah satu yang akan menjadi fokus BP Tapera untuk mengurangi backlog perumahan dengan menyalurkan pembiayaan perumahan ke pekerja sektor informal. Namun ada beberapa tantangan yang menjadi pekerjaan rumah dalam menangani pekerja informal di antaranya, pekerja informal tidak memiliki catatan keuangan yang lengkap dan sulit diverifikasi.

Kemudian pekerja informal juga memiliki keterbatasan kapasitas menabung karena penghasilan yang diperoleh umumnya habis untuk kebutuhan sehari-hari serta pekerja Informal belum sepenuhnya affordable terhadap program perumahan. Adi mengungkapkan, tantangan berikutnya yakni dari sisi produk belum ada program pembiayaan perumahan yang spesifik untuk pekerja informal.

“Sedangkan tantangan dari sisi ekosistem pembiayaan perumahan belum tersedia data yang terintegrasi untuk segmen pekerja informal dan mayoritas segmen ini berada di perdesaan yang relatif sulit terjangkau,” tegasnya.

Baca Juga: Ini Dia, Enam Isu Strategis Program Perumahan di Indonesia

Dirjen Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Kementerian PUPR, Herry Trisaputra Zuna mengatakan, inflasi perumahan yang terus naik dan kebijakan UMP 2023 yang ditetapkan maksimal 10%, dikhawatirkan dapat mendorong kenaikan inflasi lebih tinggi. Hal ini membuat pemerintah harus membuat strategi perumahan dengan mencari titik keseimbangan antara sisi pasokan dan permintaan melalui pengendalian harga jual dan besaran bantuan pembiayaan perumahan.

“Tren inflasi dan suku bunga yang terus terus naik, menjadikan strategi pemerintah dalam mendorong demand side dan supply side menjadi salah satu kunci utama pertumbuhan sektor properti,” papar Herry.

Menurut Herry, untuk menjawab tantangan industri perumahan tahun 2023, pemerintah bersama stakeholder ekosistem terkait akan melakukan optimalisasi dalam mendongkrak kapasitas pembiayaan perumahan.

Baca Juga: Kementerian PUPR Beberkan Visi Perumahan Nasional di Tahun 2045

Dari sisi pemerintah dalam hal ini Kementerian PUPR akan melakukan perencanaan program dan anggaran pembiayaan perumahan, melakukan mitigasi risiko terhadap isu kualitas bangunan dan ketepatan sasaran, penyiapan program pembiayaan perumahan bagi MBR sektor formal dan informal dan menciptakan ekosistem pembiayaan perumahan yang kondusif.

Sedangkan dari BP Tapera, pemerintah mengharapkan optimalisasi penyaluran FLPP, optimalisasi skema pembiayaan perumahan bagi MBR sektor formal dan informal, meningkatkan kerja sama dengan lembaga Bank Penyalur untuk memperluas layanan serta efisiensi pengelolaan dana Tapera dan dana FLPP.

Sementara dari Bank Pelaksana seperti Bank BTN, pemerintah berharap meningkatkan partisipasi dalam program pembiayaan pemerintah kepada MBR, meningkatkan pelayanan dan efisiensi pembiayaan perumahan kepada MBR dan non MBR dan menerbitkan pembiayaan perumahan yang terjangkau.

Redaksi@realestat.id

Berita Terkait

Ilustrasi perumahan menengah bawah. (Sumber: BP Tapera)
Ilustrasi perumahan menengah bawah. (Sumber: BP Tapera)