Asosiasi Ungkap Potensi Kelangkaan Lampu Pasca Penerapan Aturan Impor

Potensi kelangkaan lampu diprediksi akan berdampak pada terhambatnya pembangunan infrastruktur dan juga bisnis di seluruh sektor.

Ilustrasi Potensi Kelangkaan Lampu Pasca Penerapan Aturan Impor. (Sumber: Pixabay)
Ilustrasi Potensi Kelangkaan Lampu Pasca Penerapan Aturan Impor. (Sumber: Pixabay)

RealEstat.id (Jakarta) - Asosiasi Industri Luminer dan Kelistrikan Indonesia (AILKI) memprediksi kelangkaan lampu akan terjadi pasca penerapan aturan impor.

AILKI memprediksi banyak perusahaan anggotanya akan kehabisan stok lampu, untuk dapat didistribusikan kepada masyarakat ataupun supplier pada Juni 2024.

Kondisi tersebut seiring diterapkannya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 3 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.

Pemerintah melalui Kementerian Koordinator bidang Perekonomian baru saja menyatakan akan mengatur penerapan masa transisi perubahan aturan tersebut.

Baca Juga: Signify Dukung Pengembangan Infrastruktur Pencahayaan di Destinasi Pariwisata Indonesia

Ketua AILKI, Lea Indra menyambut positif langkah pemerintah untuk meninjau teknis pelaksanaan peraturan tersebut sebelum sepenuhnya siap untuk dijalankan.

"Kami memandang pemerintah perlu untuk memperpanjang masa transisi agar dapat mengantisipasi berbagai kendala yang dapat terjadi," ujar Lea Indra dalam keterangan pers, Ahad (05/05/2024).

Tantangan Industri Pencahayaan

AILKI pun meminta agar pemerintah mengikutsertakan komoditas lampu dan industri pencahayaan, termasuk komponen pendukung produksi.

Upaya ini juga perlu dilakukan agar bisnis dapat terus berlangsung, tanpa ada ‘black-out period’.

"Ini sangat urgent. Apalagi komoditas lampu dan turunan lainnya sangat dibutuhkan oleh industri nasional di berbagai lini," kata dia.

Baca Juga: Inisiasi Gerakan Green Switch, Signify Dukung Pembangunan Berkelanjutan Melalui Pencahayaan Ramah Lingkungan

Lea membeberkan beberapa tantangan yang dihadapi oleh para pelaku usaha di industri pencahayaan saat ini terkait dengan kebijakan tersebut.

Diantaranya, kesiapan sistem proses permohonan Persetujuan Impor (PI) yang diajukan oleh importir.

Kemudian, pengajuan Pertimbangan Teknis (Pertek) dan PI yang memakan waktu sehingga menimbulkan 'black-out period'.

Belum banyak tersedianya industri lokal yang mampu memenuhi kriteria pencahayaan berkualitas juga menjadi kendala tersendiri, sehingga masih membutuhkan impor.

Menghambat Pembangunan

Industri pencahayaan seringkali dibutuhkan menjadi bahan baku atau pendukung lintas industri.

Kelangkaan lampu ini pun dikhawatirkan dapat menghambat pembangunan infrastruktur ataupun proyek strategis lainnya.

Baca Juga: Philips Smart LED Connected by WiZ: Solusi Ciptakan Pencahayaan Atraktif di Rumah

Jika dilihat secara luas maka pembatasan impor terhadap industri pencahayaan juga dapat menghambat investasi sektor swasta.

Contohnya, pembangunan pabrik dan gedung, serta mengganggu iklim bisnis para pelaku ritel, termasuk UMKM.

Selain itu, industri pencahayaan juga punya peran penting dalam mendukung upaya penghematan energi melalui lampu pintar.

“Kami khawatir jika pembatasan impor tidak segera ditinjau kembali, maka akan terjadi kelangkaan lampu," ujarnya.

Baca Juga: Lampu Pintar dan Luminer Ciptakan Dekorasi Ramadan Kian Berkarakter

Kondisi tersebut tentu akan membawa dampaknya yang semakin meluas dan mengganggu perekonomian.

"Oleh sebab itu, kami turut membutuhkan dukungan semua pihak, termasuk pemerintah,” tandas Lea Indra.

Redaksi@realestat.id

Simak Berita dan Artikel Menarik Lainnya di Google News

Berita Terkait

Kerja sama Samsung Electronics Indonesia dengan Home Credit dalam Menyediakan Fasilitas Pembiayaan yang memudahkan konsumen memiliki HP 3 Jutaan Samsung Galaxy A16 5G. (Sumber: Samsung Electronics Indonesia)
Kerja sama Samsung Electronics Indonesia dengan Home Credit dalam Menyediakan Fasilitas Pembiayaan yang memudahkan konsumen memiliki HP 3 Jutaan Samsung Galaxy A16 5G. (Sumber: Samsung Electronics Indonesia)
Ilustrasi rumah layak huni untuk kalangan masyarakat berpenghasilan rendah atau MBR. (Sumber: BP Tapera)
Ilustrasi rumah layak huni untuk kalangan masyarakat berpenghasilan rendah atau MBR. (Sumber: BP Tapera)
Ilustrasi dindin rumah rembes karena air hujan. (Sumber: Shutterstock/Burdun Iliya)
Ilustrasi dindin rumah rembes karena air hujan. (Sumber: Shutterstock/Burdun Iliya)