Apersi Khawatir Target Program Sejuta Rumah 2022 Tak Akan Tercapai, Ini Alasannya!

Apersi mengemukakan sejumlah masalah dan kendala yang dihadapi perumahan subsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

Junaidi Abdillah, Ketua Umum DPP Apersi (Foto: realestat.id)
Junaidi Abdillah, Ketua Umum DPP Apersi (Foto: realestat.id)

RealEstat.id (Jakarta) - Pengembang properti yang tergabung dalam Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) meminta Pemerintah untuk menyesuaikan harga jual rumah subsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

Ketua Umum DPP Apersi, Junaidi Abdillah mengatakan, bila tidak ada penyesuaian harga, dikhawatirkan pengembang bakal kesulitan membangun rumah subsidi yang harga jualnya sudah dipatok, bahkan bukan tak mungkin akan gulung tikar.

Baca Juga: Cara, Syarat, dan Tips Jitu Mendapatkan Rumah Subsidi dari Pemerintah

"Hal ini lantaran terjadi kenaikan harga bahan bangunan dan lahan. Bukan Apersi ingin menghambat pembangunan rumah subsidi, tetapi memang cost produksinya sudah sangat tinggi," terang Junaidi Abdilllah kepada awak media, Senin (13/6/2022).

Lebih lanjut dia mengungkapkan harga rumah subsidi telah tiga tahun tidak ada penyesuaian. Dirinya memaklumi dua tahun terakhir kondisi ekonomi dipengaruhi pandemi Covid-19. Namun tahun ini seharusnya harga disesuaikan agar produksi rumah subsidi bisa berjalan dan target Program Sejuta Rumah tercapai.

"Sejak April lalu, banyak pengembang Apersi menahan diri untuk membangun rumah MBR. Padahal dari sekitar 3.500 anggota kami, hampir 90% adalah pengembang yang membangun rumah subsidi," imbuh Junaidi.

Baca Juga: BP Tapera Yakin Mampu Penuhi Target Penyaluran FLPP Kuartal II 2022

Untuk itu dia berharap, Pemerintah—dalam hal ini Kementerian Keuangan—dapat segera memberi keputusan. Pasalnya, pengembang rumah MBR juga harus bertahan hidup di tengah kondisi yang sulit seperti ini.

"Di tahun-tahun sebelumnya, pengembang Apersi sudah dapat membangun sekitar 60.000 unit di semester pertama. Namun, di tahun ini, capaian itu masih jauh terpenuhi. Bila harga tidak segera disesuaikan, saya khawatir target Program Sejuta Rumah tahun ini tidak akan tercapai," tutur Junaidi.

Apersi berharap Kementerian Keuangan dapat menaikkan harga rumah subsidi sebesar 7% sesuai usulan pengembang. Bila hal ini terlaksana, Junaidi yakin pengembang akan bersemangat kembali membangun rumah subsidi.

Baca Juga: Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) Jangan Hambat Perumahan MBR!

Regulasi yang Masih Berbelit
Selain itu, Apersi juga mengeluhkan masalah perizinan terkait Persetujuan Bangunan Gedung (PGB) dan Sistem Informasi Manajemen Bangunan Gedung (SIMBG) yang belum tuntas meski telah ada relaksasi. Ironisnya, ada beberapa pemerintah daerah yang belum paham apa yang diinginkan pemerintah pusat melalui regulasi ini.

"Faktor lain yang menghambat program sejuta rumah sehingga berjalan lambat, salah satunya adalah masalah perizinan di daerah yang belum sejalan dengan pemerintah pusat," jelas Ketua Bidang Perizinan dan Pertanahan Apersi, Bambang Setiadi.

Baca Juga: Pemda yang Menunda Layanan PBG, Bisa Kena Risiko Hukum!

Menurutnya, banyak pemerintah daerah yang belum memiliki peraturan daerah (Perda) untuk perumahan MBR yang tentu saja dapat menghambat program rumah rakyat.

Padahal dalam UUD 45 pasal 28 H Ayat 1 jelas berbunyi: 'Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.'

"Ini berarti Pemerintah harus menjamin dan memberikan rumah yang layak bagi rakyatnya. Untuk itu, regulasi dan legalitas terkait rumah MBR harus berjalan seiring dan aturan yang masih rumit dan perlu segera disederhanakan," pungkas Bambang.

Redaksi@realestat.id

Berita Terkait

Tower Rusun ASN Hankam di IKN (Foto:   Kementerian PKP)
Tower Rusun ASN Hankam di IKN (Foto: Kementerian PKP)
Foto: Freepik.com
Foto: Freepik.com
Ilustrasi Perumahan Subsidi. (Sumber: Kementerian PUPR)
Ilustrasi Perumahan Subsidi. (Sumber: Kementerian PUPR)
Ilustrasi rumah KPR FLPP. (Sumber: BP Tapera)
Ilustrasi rumah KPR FLPP. (Sumber: BP Tapera)