Apartemen Jabodetabek: Pasar yang Lemah Ubah Perilaku Konsumen

Stagnasi dan jeda pasar yang terjadi secara signifikan telah mengakibatkan pergeseran fokus pengembang dan perilaku pembeli apartemen di Jabodetabek.

Progres pembangunan Apartemen The Belton Residence (Foto: Realestat.id)
Progres pembangunan Apartemen The Belton Residence (Foto: Realestat.id)

RealEstat.id (Jakarta) – Hingga akhir Kuartal II 2024, total pasokan kumulatif apartemen di Jabodetabek tetap berada di angka 384.640 unit, lantaran tidak ada proyek baru yang diluncurkan atau selesai dibangun.

Konsultan properti Cushman & Wakefield Indonesia menyebut, stagnasi dan jeda pasar yang terjadi secara signifikan telah mengakibatkan pergeseran fokus pengembang dan perilaku pembeli apartemen di Jabodetabek.

Pasar yang lemah telah menyebabkan sedikit perubahan dalam perilaku pembeli, di mana pembeli sekarang tidak mengharapkan kenaikan harga dan lebih condong untuk membeli unit apartemen yang sudah ada dan dapat segera digunakan atau disewakan.

Baca Juga: Insentif PPN DTP Jadi Preferensi Konsumen Apartemen Jabodetabek, Tapi Tak Signifikan

Arief RahardjoDirector of Strategic Consulting Cushman & Wakefield Indonesia menyebut, insentif PPN yang diperkenalkan oleh pemerintah juga memainkan peran penting dalam membentuk strategi pengembang.

"Pengembang saat ini lebih fokus untuk menjual proyek-proyek yang sudah ada daripada memulai yang baru," katanya, menambahkan.

Insentif pajak ini telah membuat properti yang sudah ada lebih menarik bagi pembeli serta membantu mengurangi inventaris unit yang belum terjual dan menstabilkan pasar.

"Diperkirakan bahwa menjelang akhir tahun 2024, beberapa proyek apartemen dengan total sekitar 14.000 unit akan selesai, sebagian besar berlokasi di Bekasi dan Jakarta Selatan," tutur Arief Rahardjo.

Baca Juga: Apartemen Jabodetabek: Penjualan Melemah, Pasar Sewa Justru Menarik

Dampak Pembebasan PPN Terhadap Permintaan

Cushman & Wakefield Indonesia mencatat, dampak insentif pembebasan PPN penuh untuk pembelian apartemen yang sudah ada semakin terasa.

Penjualan di proyek-proyek yang telah selesai hampir dua kali lipat dibandingkan dengan kuartal sebelumnya, menghasilkan tingkat penjualan total sebesar 94,1% (0,3% YoY).

Secara bersamaan, tingkat hunian mengalami kenaikan sebesar 4,8% dibandingkan dengan kuartal sebelumnya, mencapai 63,5%.

Apartemen yang berdekatan dengan universitas mengalami peningkatan tingkat hunian selama semester yang disurvei menyusul dimulainya tahun akademik baru, karena banyak mahasiswa baru mencari akomodasi.

Baca Juga: Tiga Kawasan ini Rajai Pasokan Apartemen Jabodetabek di 2024

Transaksi pra-penjualan terjadi terutama pada proyek-proyek segmen menengah yang mencatatkan sebanyak 61% dari total transaksi.

Permintaan diharapkan stabil sepanjang sisa tahun ini tanpa pertumbuhan signifikan yang diantisipasi setelah pengurangan insentif PPN untuk unit yang sudah selesai menjadi 50% mulai Juli hingga Desember 2024.

Pertumbuhan Harga Tertinggi di Area Sekunder

Pasar mengalami tren harga yang relatif stabil selama kuartal ulasan, dengan kenaikan tahunan sebesar 2,3%, mencapai Rp48.800.000 per meter persegi.

Data Cushman & Wakefield Indonesia menunjukkan, di CBD Jakarta, harga rata-rata apartemen mencapai Rp60.000.000 per meter persegi, menandai kenaikan 1,9% dibandingkan tahun sebelumnya.

Baca Juga: Tak Ada Proyek Baru, Pasar Apartemen Jabodetabek di Titik Nadir?

Sementara area primer mencatat harga Rp51.300.000 per meter persegi, atau naik 1,6% secara tahunan (YoY).

Di sisi lain, area sekunder mengalami pertumbuhan yang lebih signifikan, dengan kenaikan harga sebesar 4,8% per tahun menjadi Rp 35.200.000 per meter persegi.

"Menghadapi pasar yang diperkirakan lambat, harga diharapkan tetap relatif stabil sepanjang kuartal-kuartal mendatang," pungkas Arief Rahardjo.

Redaksi@realestat.id

Simak Berita dan Artikel Menarik Lainnya di Google News