Agar KPR Subsidi Tepat Sasaran, Ini yang Dilakukan Pemerintah dan Perbankan

Perbankan dituntut untuk berperan dalam melakukan proses seleksi terhadap calon debitur penerima KPR subsidi FLPP agar dana yang disalurkan tepat sasaran.

Rumah subsidi FLPP (Foto: istimewa)
Rumah subsidi FLPP (Foto: istimewa)

RealEstat.id (Jakarta) - Bank penyalur KPR subsidi dituntut untuk berperan aktif dalam mengawal pemenuhan kualitas hunian subsidi yang dibangun oleh pengembang. Tidak hanya itu, perbankan juga dituntut untuk berperan dalam melakukan proses seleksi terhadap calon debitur penerima KPR subsidi FLPP agar dana yang disalurkan tepat sasaran.

Kewajiban bank penyalur KPR Subsidi untuk melakukan monitoring terhadap calon debitur serta produk rumah subsidi tertuang dalam Pasal 25 Peraturan Menteri PUPR Nomor: 26/PRT/M/2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri PUPR Nomor 21/PRT/M/2016 tentang Kemudahan dan/atau Bantuan Perolehan Rumah bagi MBR.

Baca Juga: Bank Penyalur FLPP Kini Dapat Terapkan Tandatangan Elektronik

Aturan itu mewajibkan bank untuk melakukan verifikasi serta bertanggung jawab terhadap ketepatan kelompok sasaran KPR Sejahtera secara legal formal. Sejatinya, Pemerintah ingin agar hunian subsidi yang didanai oleh anggaran negara dapat dinikmati oleh masyarakat secara tepat.

Ketepatan sasaran penerima KPR subsidi adalah sebagaimana persyaratan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah, yakni:
1. Memenuhi semua persyaratan dan kriteria MBR penerima KPR subsidi sesuai peraturan yang berlaku.
2. Kesesuaian harga jual rumah yang didanai oleh KPR subsidi sesuai dengan peraturan yang berlaku.
3. Pemanfaatan rumah oleh pemilik sebagai hunian atau tempat tinggal sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Masih Ada Pelanggaran di Lapangan
Eko Djoeli Heripoerwanto, Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KemenPUPR) mengatakan, pemerintah selalu mengingatkan perbankan penyalur KPR agar selalu memperhatikan ketepatan sasaran penerima KPR subsidi sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan.

Selain itu, perbankan sebelum melakukan akad kredit diminta juga memperhatikan hal yang berkaitan dengan ketersediaan air minum, jaringan listrik dan utilitas di perumahan yang dibangun para pengembang. Menurut Eko, masih ditemukan perumahan yang belum punya aliran listrik, air bersih, atau jauh dari angkutan umum.

Baca Juga: PPDPP Evaluasi Kinerja 40 Bank Penyalur FLPP di Kuartal II 2021

"Hal-hal itu perlu disadari bahwa itu bukan tanggung jawab Kementerian PUPR tetapi pemerintah daerah. Pengembang harus komunikasi dengan Pemda-nya," kata Eko D. Heripoerwanto saat menjadi pembicara kunci dalam webinar bertema “Optimalisasi Dukungan Bank Pelaksana demi Menjamin KPR Subsidi yang Lebih Tepat Sasaran” yang diselenggarakan Forum Wartawan Perumahan Rakyat (Forwapera), Selasa (15/6/2021).

Dia menyebut, hasil temuan BPK, BPKP, dan Itjen Kementerian PUPR memperlihatkan beberapa hal penting. Di antaranya rumah KPR subsidi yang tidak sesuai tata ruang/perizinan, keterlambatan penyaluran SBUM oleh bank pelaksana, keterlambatan penyetoran dana bergulir dan tarif dana FLPP oleh bank pelaksana, bahkan terjadi dua rumah KPR subsidi digabung menjadi satu rumah.

“Terkait dengan masih adanya rumah subsidi yang diperjualbelikan atau disewakan sebelum lima tahun, perbankan semestinya juga bisa lebih menyosialisasikan tentang syarat huni rumah subsidi kepada calon debitur MBR,” jelas Eko.

Menyoal Kualitas Rumah Subsidi
Pada kesempatan yang sama, Direktur Utama Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (PPDPP) Arief Sabaruddin mengakui ketepatan sasaran dari pemenuhan rumah subsidi untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) masih menjadi PR pemerintah. Ketepatan sasaran yang dimaksud tidak hanya terkait sasaran penerima atau MBR saja, tetapi juga menyangkut kualitas rumah subsidi yang dibangun pengembang.

Di sinilah, menurut Arief, perlu peran pemerintah sebagai regulator dalam mengembangkan sistem besar untuk membangun ekosistem perumahan yang lebih baik. Dalam rangka itu, PPDPP menyebut telah memberikan kontribusi dengan mengembangkan sistem yang merangkum seluruh proses dalam pemenuhan rumah subsidi dengan berbasis teknologi informasi.

Baca Juga: Aplikasi SiKasep Dapat Hak Cipta dari Kemenkumham

"Sejak tahun lalu kami sudah meluncurkan SiKasep (Sistem Informasi KPR Subsidi Perumahan) sebagai sistem besarnya dengan beberapa subsistem di bawahnya yang lebih detail dan memiliki fungsi spesifik," jelas Arief. Subsistem yang dimaksud antara lain Sistem Pemantauan Konstruksi (SiPetruk), Sistem Informasi Kumpulan Pengembang (SiKumbang), dan Sistem Aktivasi QR Code (SiAki QC).

Arief menambahkan sistem-sistem tersebut saat ini sudah bisa digunakan oleh semua stakeholder perumahan subsidi, mulai dari konsumen, pengembang, hingga perbankan. Sistem besar SiKasep juga terkoneksi dengan lembaga-lembaga lain dalam rangka pengembangan big data perumahan. Ia menyebut koneksi sudah terbangun antara lain dengan Dukcapil Kemendagri, Ditjen Pajak Kemenkeu, BSSN, termasuk yang utama dengan 44 bank pelaksana serta anggota dari 21 asosiasi pengembang.

"Pengaplikasian sistem berbasis IT itu tentu saja kita harapkan bisa ikut mendorong tujuan kita semua agar distribusi rumah subsidi tepat sasaran dan lebih utama lagi mampu menjadikan MBR sepenuhnya menjadi subjek dalam ekosistem perumahan subsidi, bukan hanya menjadi objek," tegasnya.

Dukungan Perbankan Penyalur KPR FLPP
Sementara itu, Mochamad Yut Penta, Kepala Divisi Subsidized Mortgage Lending Division PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. mengatakan, BTN telah menjadi kontributor utama dalam menjalankan program perumahan nasional. Soal optimalisasi kualitas penyaluran KPR subsidi, maka perbankan harus punya misi yang sama.

"Bank BTN mendukung dan berkepentingan dengan ketepatan sasaran dan kualitas kredit. Karena itu sebelum memberikan kredit bank harus melakukan penilaian terhadap watak, kemampuan, modal, dan prospek usaha debitur," kata Penta.

Baca Juga: Pastikan Kualitas Rumah Subsidi, SiPetruk Tidak Akan Hambat Pengembang

Bank BTN, lanjut Penta, terus berupaya meningkatkan kualitas penyaluran KPR subsidi di setiap tahap penyaluran kredit. Diantaranya melakukan seleksi proyek dan pengembang. Dengan memastikan pengembang telah terdaftar di SiReng dan SiKumbang. melakukan verifikasi kelayakan dan kemampuan debitur dan melakukan penilaian serta akhir obyek rumah.

"Pasca akad kredit  kami melakukan monitoring bekerjasam dengan pengembang, meminta debitur menghuni rumah. Setelah dilakukannya akad kredit. BTN menetapkan organisasi dan unit tersendiri yang mengelola dan memastikan debitur memenuhi kewajibannya," ujar Penta.

Di sisi lain, Linda Hairani, Pemimpin Divisi Bisnis Ritel, Konsumer dan UMKM PT Bank Pembangunan Daerah Sumsel Babel mengungkapkan saat ini PT Bank Pembangunan Daerah Sumsel Babel sudah ada produk FLPP, SBUM dan dan di 2021 sudah PKS BP2BT. Syarat sama dengan bank lain. Seperti KPR FLPP uang muka 1%, suku bunga 5% dan waktu 20 tahun. BP2BT ada bantuan Rp40 juta dan tenor 20 tahun. “Kita terus sosialisasi dan edukasi masyarakat,” ujar  Linda.

Perlu Roadmap Kebijakan
Sebagai penanggap, Joko Suranto, Chief Executive Officer (CEO) Buana Kassiti Group mengatakan pengembang saat ini melakukan banyak hal dengan segala ketidak pastian di luar, dan ketidakpastian anggaran. Kemudian muncul Sireng dan segala turunannya sehingga akhirnya muncul SiPetruk.

“Mestinya lebih berimbang karena secara konstitusi negara harus menyediakan hunian bagi rakyatnya, dan kami sebagai developer siap membangun rumah itu sendiri. Tapi hal-hal yang tidak pasti seharusnya dikomunikasikan,” ujar Joko.

Joko mengatakan, REI Jabar saat ini bersama konsultan sedang menghitung apakah dengan kebijakan dan perubahan ini masih feasible atau ekonomis.

“Jangan jadikan kesalahan beberapa pengembang sebagai alat ukur secara keseluruhan pengembang. Ke depan diperlukan roadmap sehingga kami bisa membuat perencanaan,” kata Joko.

Baca Juga: Bank BTN Dukung Pembiayaan Perumahan Ramah Lingkungan

Senada dengan apa yang dikatakan Joko, Tuti Mugiastuti, Direktur Utama TMA Group sebagai pengembang merasa bingung dan berat dengan SiPetruk yang akan diberlakukan. Dia berharap akan ada perubahan atau diundur penerapannya.

Selain itu, saat ini juga ada terobosan baru yang dilakukan Bank BTN dengan Tapera. Namun Tapera ruang lingkupnya sangat terbatas saat ini, hanya untuk ASN saja. Sementara ASN yang mengambil rumah, terutama di perumahan yang dibangun TMA Group relatif kecil, yakni kurang dari 5%. Jadi ini berat.

“Kemudian ada lagi BP2BT. Ini juga masih belum menarik di masyarakat sekalipun ada bantuan Rp40 juta.  Karena suku bunga dan lainnya. Itu masih kurang menarik jika dibanding dengan FLPP dan SSB. Jadi pertanyaannya kenapa harus ke Tapera dan BP2BT? Kenapa tidak ke FLPP dan SSB saja?” kata Tuti.

Kebijakan Tidak Boleh Hambat Akad Kredit
Wasekjen Pembiayaan Perbankan Syariah DPP REI, Royzani Sjachril, berharap agar semua kebijakan dan program yang diluncurkan oleh pemerintah tidak menghambat proses akad kredit, terutama pengembang yang ada di daerah.

Selain itu, adanya pilkada yang akan bergulir di sejumlah daerah ikut mempengaruhi sektor perumahan. Oleh karena itu, diperlukan stimulus dan kemudahan agar properti khususnya perumahan. Tujuannya agar perekonomian di daerah tetap berjalan dan tidak terhambat.

“Kami juga berharap agar aplikasi SiPetruk tidak langsung di terapkan dalam 6 bulan ke depan karena adanya permasalahan tersebut. Di samping itu, diharapkan agar adanya kemudahan bagi masyarakat swasta dalam mengakses KPR subsidi maupun KPR Tapera. Sekitar 80% adalah pihak swasta yang akan memanfaatkan KPR, termasuk dari bank daerah,” kata Royzani.

Baca Juga: Kementerian PUPR dan PLN Integrasi Data Pengguna Listrik Nasabah KPR FLPP

Zewwy Salim, Direktur PT Anugerah Wahana Indah mengatakan, saat ini masih ada beberapa kendala, sehingga apakah sistem yang dibuat akan membantu atau malah menjadi ganjalan bagi pengembang. Kendala tersebut misalnya terkait sambungan listrik. Lalu MBR non-fix income seringkali tidak lolos analisa bank.

“Bagaimana solusi dari pemerintah mengingat telah ada pengaturan bantuan dan/atau kemudahan pembiayaan perumahan bagi MBR dengan penghasilan tidak tetap,” kata Zewwy.

Ketua Umum DPP APERSI, Junaidi Abdillah mengatakan, bagi pengembang, yang menjadi permasalahan adalah bukan mendukung atau tidak mendukung program yang diluncurkan.

Lebih dari itu, yang terpenting adalah bagaimana bisa mengakomodasi semua kepentingan dengan mudah. Terlebih lagi di masa pandemi saat ini, di mana dibutuhkan dukungan dan kemudahan agar sektor perumahan bisa menjadi lokomotif ekonomi.

Baca Juga: Multiplier Effect Sektor Perumahan Diyakini Bantu Pemulihan Ekonomi Nasional

Lebih jauh Junaedi menyoroti berbagai aplikasi yang diterapkan dapat memberatkan pengembang, seperti spek yang ditentukan. Oleh karena itu, dalam hal ini yang harus diperhatikan adalah bagaimana pengembang bisa diperhatikan dan masyarakat juga tetap diutamakan.

Sebagai penutup, Endang Kawidjaja, Ketua Umum DPP Himperra mengatakan, terkait kualitas bangunan kita sepakat harus lebih bagus, dan ini tergantung sudut pandang, karena ada harga, maksimum harga, mekanisme harga bukan jadi patokan karena konsumen juga akan menentukan.

"Perlu ada kenaikan harga di area tertentu, sehingga tidak over price dan berkompetisi,” ujar Endang.

Redaksi@realestat.id

Berita Terkait

Fahri Hamzah, Wamen PKP (Foto: Dok. Kementerian PKP)
Fahri Hamzah, Wamen PKP (Foto: Dok. Kementerian PKP)
Ilustrasi mengurus HGB ke SHM, (Sumber: Shutterstock)
Ilustrasi mengurus HGB ke SHM, (Sumber: Shutterstock)
Ilustrasi-perhitungan-Pajak-Penjualan-Apartemen-Second-Bagi-Pembeli-dan-Penjual. (Sumber: Istock)
Ilustrasi-perhitungan-Pajak-Penjualan-Apartemen-Second-Bagi-Pembeli-dan-Penjual. (Sumber: Istock)