6 Wajah Bisnis Properti Tanah Air di Era "New Normal"

Pelaku bisnis properti dipaksa beradaptasi di era new normal, mengikuti kondisi dunia yang berubah sangat cepat, saat pandemi maupun pasca-pandemi Covid-19.

Bisnis properti di era New Normal.
Bisnis properti di era New Normal.

RealEstat.id (Jakarta) – Pandemi Covid-19 yang melanda dunia saat ini membuat para pelaku bisnis properti mengambil langkah-langkah inovatif dan kreatif agar dapat survive. Apalagi Pemerintah baru saja memberlakukan area kenormalan baru alias new normal yang harus diantisipasi pelaku bisnis properti.

Menurut Ali Tranghanda, CEO Indonesia Property Watch (IPW), dalam kondisi saat ini, semua pelaku bisnis properti dihadapkan pada sebuah tantangan untuk dapat beradaptasi mengikuti kondisi dunia yang berubah sangat cepat. 

Baca Juga: Desain Arsitektur dan Interior Rumah Ideal di Era “New Normal”

“Kita dipaksa untuk lebih cepat lagi menyesuaikan diri. Perubahan yang terjadi membuat sebuah kondisi normal yang tidak normal lagi atau yang biasa disebut the new normal,” tutur Ali Tranghanda.

Dia mengatakan, kondisi saat ini membuat dunia bisnis akan membentuk sebuah tatanan keseimbangan pasar baru yang lebih sehat dari sebelumnya. Kita semua pastinya tidak akan tahu sampai sebatas apa kondisi new normal yang akan terjadi, karena setiap hari mungkin dapat berarti new normal lainnya.

Baca Juga: Strategi Promosi Pengembang Properti saat Wabah COVID-19

Lebih lanjut, Ali Tranghanda mengungkapkan ada beberapa hal yang harus menjadi perhatian pelaku bisnis properti di era new normal.

Keseimbangan Pasar Baru
Kondisi pasar properti saat ini memerlihatkan sebuah proses menuju keseimbangan baru. Pergerakan harga terus melambat sebagai akibat kenaikan pasar yang tidak terkendali beberapa tahun yang lalu. Riset IPW memperlihatkan harga properti saat ini kembali ke harga di tahun 2017. Artinya, selama beberapa tahun sampai saat ini tidak mengalami kenaikan, apalagi bila diperhitungkan inflasi di dalamnya. 

Koreksi yang terjadi di pasar primer maupun sekunder memerlihatkan koreksi harga yang merupakan bentuk keseimbangan terhadap harga properti yang sudah over value. Kondisi yang telah terjadi sebelum pandemi ini akan terus berlanjut sampai membentuk sebuah keseimbangan baru yang membuat pasar properti lebih sehat ke depan.

Baca Juga: Kementerian PUPR: “New Normal” Akan Dorong Program Sejuta Rumah

Seleksi Alam Pengembang
Para pengembang akan dihadapkan dalam sebuah kondisi di mana proyek-proyeknya hanya dapat mengandalkan pasar real. Pasar real tidak harus berarti hanya end-user, karena pasar investor pun dapat menjadi incaran dalam kondisi yang wajar. 

Konsep properti akan kembali ke demand create supply. Artinya, para pengembang harus benar-benar melakukan riset pasar sebelum meluncurkan proyek. Banyaknya proyek tanpa arahan pasar membuat bisnis properti menjadi tidak beraturan dan saling berbenturan. Proyek tanpa konsep akan kehilangan pasarnya. Modal besar tanpa perhitungan pasar pun akan menjadikan proyeknya menara gading tanpa penghuni. Beberapa proyek dalam kondisi ini kemungkinan akan tenggelam tergerus seleksi alam akibat mengabaikan pasar.

Desain Produk
Kondisi the new normal membuat perubahan perilaku orang dalam memilih sebuah produk properti. Masalah keamanan saat ini tidak terbatas lagi atas hal-hal fisik seperti pencurian atau kerusuhan, namun juga keamanan dari aspek kesehatan. Bagaimana sebuah lingkungan memberikan protokol kebersihan dalam lingkungannya yang membuat para penghuninya aman dan nyaman. Proyek-proyek dengan sistem cluster akan semakin berkembang dengan feature tambahan yang lebih maju lagi. 

Desain sirkulasi bangunan pun akan terus berkembang. Dalam perkembangan selanjutnya dimungkinkan sistem teknologi yang memungkinkan penghuni tidak bersentuhan langsung dengan tombol-tombol elevator atau pintu masuk, dengan sistem sensor yang semakin canggih.

Baca Juga: Panduan Membuka Kembali Kantor Pasca-PSBB dan Wabah COVID-19

Kebiasaan Bekerja
Penerapan WFH (work from home) saat ini membuat banyak pengusaha yang malah merasakan dampak positif yang dapat mengurangi cost sehingga lebih efisien meskipun belum tentu lebih produktif atau efektif. Namun kebiasaan ini telah membentuk pola bagi sebagian perusahaan untuk melanjutkan kebiasaan kerja di rumah. Karenanya hunian baik landed houses maupun apartemen akan lebih adaptif dengan memanfaatkan ruang di propertinya untuk ruang kerja yang cukup. 

Konsep SOHO, WOHO, Co-Working Space, Virtual Offcie, Boutique Office di area sekunder akan menjadi lebih populer dibandingkan perkantoran konvensional saat ini. Bahkan saat ini pun terus berkembang penggunaan meeting-meeting online yang membuat lebih efisien. Para pemilik gedung perkantoran harus segera mengantisipasi hal ini, karena akan berimbas pada pengurangan tingkat hunian yang sangat signifikan.

Pemasaran Proyek
Saluran distribusi yang masih dimungkinkan berjalan saat pandemi adalah saluran digital. Karenanya ke depan dapat dipastikan semua akan masuk ke sistem digital dan disruption technology akan semakin cepat terjadi. Start-up properti akan terus berkembang dan bermunculan. Teknologi akan semakin cepat dengan proses pemasaran berbasis digital.

Baca Juga: Strategi Pemasaran Properti di Tengah Pandemi Virus Corona

Proses Transaksi
Proses transaksi properti di era new normal "dipaksa" untuk semakin berkembang ke arah digital, alias tidak harus bertatap muka langsung, mulai dari pemesanan unit, pembayaran, sampai proses jual beli yang menghadirkan notaris secara online. Meskipun kita yakini bersama bahwa pembelian properti tidak cukup dengan hanya via daring—harus ada hubungan secara fisik antara pembeli dan properti dengan melihat langsung—namun proses pembeliannya sangat dimungkinkan untuk berubah drastis melalui transaksi online. Ke depannya mungkin akan muncul tidak hanya sekadar prosesnya yang secara digital, namun tanda-tangan pun dapat disahkan secara digital, meskipun saat ini hal-hal tersebut belum diatur secara hukum.

Berita Terkait

Kawasan perkantoran di CBD Jakarta. (Foto: Realestat.id/Anto Erawan)
Kawasan perkantoran di CBD Jakarta. (Foto: Realestat.id/Anto Erawan)
Ilustrasi perumahan menengah bawah. (Sumber: BP Tapera)
Ilustrasi perumahan menengah bawah. (Sumber: BP Tapera)