RealEstat.id (Jakarta) - Pandemi COVID-19 sejauh ini telah menginfeksi lebih dari 27 juta orang di seluruh dunia. Di sektor properti, pandemi ini menyebabkan guncangan berat di bisnis properti ritel—jauh lebih besar dibandingkan sub sektor lain. Dampak pandemi terhadap subsektor properti ritel diperkirakan akan berlanjut bahkan di masa new normal.
Riset Savills Indonesia memperlihatkan, akibat pandemi, penyewa (tenant) menderita karena beban keuangan yang meningkat dengan jumlah pembeli yang terbatas selama pandemi, sementara pelaku bisnis perlu mencari cara untuk bertahan hidup. Selain itu, pengecer (retailer) harus berurusan dengan akumulasi persediaan dalam jumlah besar, gangguan di sisi produksi dan rantai pasokan (supply chain) yang belum pernah terjadi sebelumnya, serta mengantisipasi pelanggan yang beralih menggunakan e-commerce.
Baca Juga: Inspirasi Desain Rumah Tinggal Era New Normal
Beberapa peritel merespons cepat dengan memaksimalkan platform online mereka. Mereka memperluas pemasaran melalui berbagai saluran, termasuk media sosial dan marketplace populer untuk menjual produk. Banyak pengecer juga mulai menyediakan layanan pengantaran ke rumah (home delivery) sementara yang lain menawarkan diskon khusus untuk memikat pembeli. Metode ini berhasil cukup baik untuk banyak peritel, namun beberapa peritel lain masih harus berjuang karena persaingan yang ketat lantaran daya beli konsumen yang lemah selama pandemi.
Melihat kondisi ini, Savills Indonesia mengatakan, para pemilik/pengelola pusat belanja dan penyewa seharusnya dapat mengembalikan kepercayaan konsumen untuk kembali ke mal mereka dengan memastikan penerapan protokol kesehatan serta menjaga keamanan dan kenyamanan bagi para pengunjung.
Empat Skenario Properti Ritel di Masa New Normal
Dalam laporan risetnya, Savills Indonesia menyebut, ada empat skenario yang dapat dilakukan pelaku bisnis properti ritel di era new normal:
1. Protokol Kesehatan di Pusat Perbelanjaan
Saat masyarakat menjadi lebih sadar akan kebersihan dan mulai menerapkannya sebagai kebiasaan, pemilik mal perlu menjaga protokol kebersihan yang baik sebagai standar dasar. Manajemen mal diharuskan membersihkan area umum dan permukaan yang sering disentuh pengunjung/orang sepanjang hari, seperti gagang pintu, tombol lift, dan pegangan tangan eskalator secara teratur. Meskipun masker wajah tidak lagi menjadi keharusan setelah pandemi berakhir, pembersih tangan kemungkinan masih akan harus disediakan untuk pengunjung.
Baca Juga: 6 Wajah Bisnis Properti Tanah Air di Era “New Normal”
2. Transformasi Desain Pusat Perbelanjaan
Dengan aturan jaga jarak (physical distancing) selama pandemi, mal masa depan harus beradaptasi dengan praktik tersebut dengan mengubah desain bangunannya menjadi lebih banyak ruang terbuka dan tempat duduk luar ruangan dengan sirkulasi udara yang lebih baik. Akan ada beberapa penyesuaian dalam tata letak dan desain toko untuk meningkatkan pergerakan orang melalui dan di sekitar bangunan.
Mal harus mengadopsi teknologi otomatisasi dan tanpa sentuhan (touchless) untuk meminimalkan penyebaran kuman pada permukaan yang sering disentuh. Penyewa juga dapat memperkecil ukuran toko fisik mereka, dan alih-alih melakukan ekspansi ekstensif, mereka akan lebih fokus berinvestasi pada pemanfaatan teknologi.
3. Penetrasi Online
Savills mencatat terjadi perubahan perilaku belanja konsumen selama lockdown atau PSBB. Alih-alih pergi keluar untuk berbelanja seperti di hari-hari biasa, mereka beralih ke pembelian online lewat ponsel atau PC rumah.
Penetrasi teknologi di sektor properti ritel di era new normal kemungkinan besar akan semakin dalam. Hal ini akan menciptakan perpaduan online-offline, di mana tidak akan ada lagi batasan antara pengecer fisik dan pengecer online. Pengecer fisik pada akhirnya akan mulai menggunakan teknologi dan memanfaatkan kemampuan Artificial Intelligence (AI) untuk memaksimalkan skema bisnis mereka. Pemilik mal dapat mengembangkan versi online dari pusat perbelanjaan mereka (e-mall) di mana pembeli dapat membuka direktori online mereka yang tertaut ke katalog tenant untuk langsung berbelanja di mana saja. Cloud kitchen akan menjadi lebih populer di kalangan retailer F&B, dan layanan pengiriman instan kemungkinan berkembang tidak hanya untuk makanan dan minuman, tetapi juga pakaian dan produk lainnya.
Baca Juga: Apa Dampak Pandemi Bagi Sektor Properti, Pengembang, dan Program Rumah Subsidi
4. Inovasi Artificial Intelligence (AI)
Kemunculan teknologi akan mengubah pengalaman berbelanja 'di dalam toko' di masa depan. Misalnya, toko akan dilengkapi dengan tampilan digital interaktif, restoran akan dilayani oleh robot, pelanggan dapat mencoba pakaian pilihan mereka di ruang uji coba virtual menggunakan augmented reality, rak pintar akan membantu pelanggan dengan informasi pop-up tentang produk yang ditampilkan, sementara berbelanja pun menjadi lebih cepat dan nyaman dengan teknologi pembayaran mandiri.
Artificial Intelligence dipercaya dapat membantu peritel menghadirkan efisiensi dalam bisnis mereka. Sumber daya manusia dapat dialokasikan secara efisien untuk melakukan tugas yang membutuhkan perhatiantinggi dari manusia, sementara tugas yang lebih sederhana dapat dilakukan oleh mesin. Pengumpulan data otomatis tentang preferensi pelanggan dan pola pembelian juga dapat membantu peritel untuk memahami pasar dengan lebih baik, sehingga dapat diterapkan dalam strategi bisnis mereka.