Volume Investasi Properti Komersial di Asia Pasifik Turun, China Anomali

Total investasi properti komersial di Asia Pasifik mencapai USD21,3 miliar, atau merupakan angka kuartalan terendah yang tercatat sejak Kuartal II 2010.

Shanghai, China (Foto: Dok. Pixabay.com)
Shanghai, China (Foto: Dok. Pixabay.com)

RealEstat.id (Jakarta) – Aktivitas investasi properti komersial di Asia Pasifik tercatat mengalami penurunan 22% secara tahunan (YoY) di Kuartal III 2023. Angka ini merupakan pencapaian terendah secara kuartalan sejak Kuartal II 2010.

Menukil data dan analisis konsultan real estate global JLL, investasi properti di Asia Pasifik turun menjadi USD21,3 miliar, seiring berlanjutnya kontraksi tajam yang terjadi pada volume investasi di sektor perkantoran dan ritel. Sementara itu, sektor industri dan logistik serta sektor hunian dan multifamily tetap kuat.

Stuart Crow, CEO Capital Markets JLL Asia Pasifik mengatakan, kendati gagasan untuk kembali bekerja di kantor (WFH) terus menguat dan tingkat hunian yang rendah di banyak pasar, para investor umumnya tetap lebih berhati-hati terhadap sektor perkantoran.

Baca Juga: Investasi Properti Komersial di Asia Pasifik Turun 27%, Apa Penyebabnya?

Menurutnya, biaya utang yang tinggi juga memberikan tekanan repricing (penentuan harga) dan sebagian besar pasar masih berada dalam mode pencarian harga saat investor menyesuaikan target return untuk akuisisi.

"Kami tetap yakin dengan daya tarik jangka panjang dan ketahanan pasar properti komersial Asia Pasifik, namun kami tetap realistis bahwa para investor mencari kepastian lebih lanjut mengenai harga dan situasi makroekonomi," kata Stuart Crow.

JLL mencatat, sepanjang Kuartal III 2023, China muncul sebagai pasar paling aktif di Asia Pasifik. Volume investasi melawan tren penurunan dan mencapai USD4,7 miliar, naik 43% (YoY), di tengah partisipasi investor asing yang terbatas.

Baca Juga: Meski Turun 30% di Kuartal I 2023, Investasi Properti Asia Pasifik Masih Aman

Bagi investor domestik dan korporasi, sektor industri dan logistik serta aset yang dilengkapi dengan riset dan pengembangan merupakan penerima utama modal.

Di Hong Kong, aktivitas investasi mencapai USD0,8 miliar, naik 15% (YoY) di mana sebagian besar transaksi terdiri dari penempatan sekaligus dalam jumlah kecil yang melibatkan aset dengan strata-title untuk penggunaan pribadi.

Sementara itu, Jepang mencatat volume investasi sebesar USD4,1 miliar, dengan pertumbuhan 3% (YoY). Sektor industri dan logistik menjadi sektor yang aktif dalam pasar ini, dengan dua akuisisi portofolio yang mencolok oleh investor domestik, dan J-REIT yang mengakuisisi portofolio hotel seiring pemulihan pariwisata yang cepat dan kenaikan harga kamar hotel.

Baca Juga: Investor Properti Asia Pasifik: Ketidakpastian Harga dan Suku Bunga Pengaruhi Arus Modal

Korea Selatan berhasil membukukan transaksi senilai USD4,2 miliar, atau turun sebesar 35% (YoY) karena investor domestik menggunakan sebagian besar dana investasi mereka, bersama dengan volume kantor yang mengecil akibat sentimen yang surut di kalangan investor inti global.

Di lain pihak, volume investasi di Australia merosot 47% (YoY) menjadi USD3,8 miliar. Pasar investasi tetap lambat karena proses penentuan harga terus berlanjut di tengah perubahan biaya pendanaan yang cepat. Terjadi perubahan alokasi ke aset industri dan logistik dan hunian mahasiswa dengan keyakinan yang tumbuh di sektor-sektor ini.

Volume investasi Singapura mengalami penurunan sebesar 11% (YoY) menjadi USD2 miliar, dengan akuisisi yang mencolok di sektor hotel dan perhotelan serta ritel.

Baca Juga: 2023, Volume Investasi Properti Asia Pasifik Diprediksi Turun 10%, Perhotelan Justru Naik 6%

"Di wilayah ini, siklus kenaikan suku bunga mendekati akhirnya—Reserve Bank of New Zealand dan Bank of Korea kemungkinan besar akan mengakhiri kebijakan moneter yang ketat sementara Reserve Bank of Australia mungkin masih memiliki pekerjaan yang harus dilakukan," ujar Pamela Ambler, Kepala Intelijen Investor JLL Asia Pasifik.

Oleh karena itu, imbuhnya, suku bunga tetap regional kini sangat mirip dengan suku bunga mengambang, kecuali Jepang yang berencana untuk bergerak menuju normalisasi kebijakan.

"Saat kita mendekati akhir tahun 2023, investor akan menimbang biaya modal yang tinggi melawan lingkungan makroekonomi yang tidak pasti. Dengan keputusan mendatang dari Fed mengenai penyesuaian suku bunga, kita juga dapat mengharapkan aktivitas investasi meningkat seiring dengan penurunan biaya utang," pungkasnya.

Redaksi@realestat.id

Simak Berita dan Artikel Menarik Lainnya di Google News

Berita Terkait

Forest Dining & Media Room di Kondominium Nava Grove, Singapura (Foto: Istimewa)
Forest Dining & Media Room di Kondominium Nava Grove, Singapura (Foto: Istimewa)
Pasca akuisisi, The Grand Eastlakes akan di-rebranding menjadi One Global Centre. (Foto: Istimewa)
Pasca akuisisi, The Grand Eastlakes akan di-rebranding menjadi One Global Centre. (Foto: Istimewa)
Kingdom Center Tower sebagai salah satu gedung tertinggi di dunia dan menjadi bangunan ikonik di Arab Saudi. (Sumber: Architec Magazine)
Kingdom Center Tower sebagai salah satu gedung tertinggi di dunia dan menjadi bangunan ikonik di Arab Saudi. (Sumber: Architec Magazine)
The Grand yang akan berganti nama menjadi One Global Centre. (Foto: dok. One Global Capital)
The Grand yang akan berganti nama menjadi One Global Centre. (Foto: dok. One Global Capital)