Tips Menghindari Praktik Mafia Tanah Dari Kementerian ATR/BPN

Guna memberantas praktik mafia tanah, Kementerian ATR/BPN menjalin kerja sama dengan Kepolisian Republik Indonesia dan Kejaksaan Agung.

Mafia Tanah (Foto: Diolah dari Freepik.com)
Mafia Tanah (Foto: Diolah dari Freepik.com)

RealEstat.id (Jakarta) – Untuk menciptakan kepastian hukum hak atas tanah dan terhindar dari praktik mafia tanah, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) melakukan upaya lewat program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).

Melalui program tersebut, Kementerian ATR/BPN mampu menerbitkan sertifikat tanah di atas 5 juta sejak tahun 2017 dan hal ini terus dikebut guna mencapai target besar di tahun 2025 nanti, yakni seluruh tanah di Indonesia terdaftar. 

Selain melalui program PTSL, Kementerian ATR/BPN saat ini terus berusaha menyelesaikan sengketa dan konflik pertanahan yang sedang terjadi dan beberapa kasus sengketa dan konflik pertanahan yang terjadi akibat dari praktik mafia tanah.

Baca Juga: Tiga Cara Memberantas Aksi Kejahatan Mafia Tanah

"Selain PTSL, usaha dalam menciptakan kepastian hukum hak atas tanah adalah dengan memberantas praktik mafia tanah. Mafia tanah ini merupakan akibat dari belum baiknya sistem hukum di bidang pertanahan hingga saat ini,” kata Menteri ATR/Kepala BPN, Sofyan A. Djalil, dalam siaran pers yang dirilis Kementerian ATR/BPN.

Guna memberantas praktik mafia tanah, Kementerian ATR/BPN juga telah menjalin kerja sama dengan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) serta Kejaksaan Agung. Menurut Sofyan A. Djalil, kerja sama tersebut telah membuahkan hasil karena tidak sedikit juga praktek mafia tanah yang berhasil dibongkar. Berbagai pihak sudah dikenai hukuman setimpal, baik dari lingkup eksternal maupun internal Kementerian ATR/BPN. 

Baca Juga: Ini Strategi Kementerian ATR/BPN Berantas Mafia Tanah

Lebih lanjut, Menteri ATR/Kepala BPN mengungkapkan beberapa tips agar terhindar dari praktik mafia tanah. Ia mengutarakan bahwa mafia tanah sering menggunakan dokumen lama, contohnya girik. Girik ini awalnya merupakan bukti pembayaran pajak dan kini dokumen itu sudah tidak berlaku lagi, namun sekarang muncul kembali. 

“Dokumen tersebut tidak ada yang menjaga dan merawat serta di dalam dokumen tersebut tidak ada petanya, jadi orang dapat bebas mengklaim sebidang tanah dengan menggunakan girik saja. Ini yang disebut dengan mafia tanah dan kita tegas terhadap hal itu karena kita ingin menciptakan kepastian hukum hak atas tanah,” ungkap Sofyan. 

Baca Juga: Ini Dia Terobosan Kementerian ATR/BPN Untuk Atasi Masalah Pertanahan

Oleh karena itu, dia mengatakan bahwa tiap-tiap orang yang memiliki tanah, wajib merawat dan menjaga tanahnya. Jika memang tidak tinggal di situ, dia menyarankan agar tanah tersebut sering-sering dilihat, karena jika dibiarkan dan kemudian ada yang menduduki selama kurun waktu tertentu maka itu bisa menjadi sengketa tanah. Selain itu, apabila ingin ditransaksikan, pembeli harus meyakini bahwa penjual memang yang benar-benar memiliki tanah itu.

“Dari pihak penjual, jangan mudah memberikan sertifikat tanah kepada pihak lain dan juga selidiki Notaris/PPAT yang akan digunakan jasanya. Harus lihat rekam jejaknya sebelum menggunakan jasa seorang Notaris/PPAT. Saya berpesan kita harus hati-hati dalam melakukan transaksi tanah sehingga tidak terjebak dalam tindakan mafia tanah,” ungkap Sofyan.

Redaksi@realestat.id

Berita Terkait

Ilustrasi program 3 juta rumah, (Sumber: BP Tapera)
Ilustrasi program 3 juta rumah, (Sumber: BP Tapera)
Rumah Khusus (Rusus) warga terdampak Banjir Lebak, Banten. (Foto: Kementerian PUPR)
Rumah Khusus (Rusus) warga terdampak Banjir Lebak, Banten. (Foto: Kementerian PUPR)
Agus Harimurti Yudhoyono, Menteri ATR/Kepala BPN (Foto: Dok. ATR/BPN)
Agus Harimurti Yudhoyono, Menteri ATR/Kepala BPN (Foto: Dok. ATR/BPN)