Tarif Air Bersih di Rusun Naik 71%, P3RSI Ajukan Protes ke Balai Kota Jakarta

P3RSI menyebut, akibat kenaikan tarif air bersih yang mencapai 71%, beban yang ditanggung pemilik dan penghuni rumah susun makin berat.

Adjit Lauhatta, Ketua DPP P3RSI (kanan) bersama sejumlah Ketua dan pengurus Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (PPPSRS), mendatangi Balai Kota DKI Jakarta untuk membuat Laporan Masyarakat terkait kenaikan tarif air bersih di Rusun, Jumat, 24 Januari 2025. (Foto: Istimewa)
Adjit Lauhatta, Ketua DPP P3RSI (kanan) bersama sejumlah Ketua dan pengurus Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (PPPSRS), mendatangi Balai Kota DKI Jakarta untuk membuat Laporan Masyarakat terkait kenaikan tarif air bersih di Rusun, Jumat, 24 Januari 2025. (Foto: Istimewa)

RealEstat.id (Jakarta) – Bersama sejumlah Ketua dan pengurus Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (PPPSRS), Ketua Dewan Pengurus Pusat (DPP) Persatuan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Indonesia (P3RSI), Adjit Lauhatta kembali mendatangi Balai Kota DKI Jakarta untuk membuat Laporan Masyarakat terkait keluhan atas kenaikan tarif air bersih Perusahaan Air Minum (PAM) Jaya di Rusun.

Dengan kenaikan tarif air bersih PAM di rumah susun yang mencapai 71%, Adjit Lauhatta menilai bahwa Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dan PAM Jaya tidak peka terhadap konsidi kehidupan di rumah susun yang sebagian besar adalah kalangan menengah dan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

Dia menegaskan, Tarif Baru Layanan Air Bersih dari PAM Jaya sangat memberatkan, karena Tabel Layanan baru menempatkan rumah susun sebagai apartemen yang merupakan hunian, disamakan dengan gedung bertingkat tinggi komersial, kondominium, dan pusat perbelanjaan yang tarifnya sebesar Rp21.500 per m3.

Baca Juga: Syarat, Cara dan Biaya Pemasangan PDAM Baru di Berbagai Kota

Terkait hal tersebut, Adjit Lauhatta merasa perlu penjelasan, apa dasar PAM Jaya menetapkan golongan apartemen/rumah susun sama dengan gedung bertingkat tinggi komersial, kondominium, dan pusat perbelanjaan.

"Padahal fungsi dan peruntukannya pun berbeda. Apartemen atau rumah susun adalah hunian, sedangkan lainnya untuk komersial,” katanya kepada sejumlah awak media usai melakukan Laporan Masyarakat di Balai Kota DKI Jakarta, Jumat (24/1/2025).

Menurutnya, sangat tidak cocok jika rumah susun (apartemen) yang memiliki fungsi dan peruntukan sebagai hunian dikategorikan atau digolongkan dengan gedung bertingkat untuk bisnis, seperti perkantoran, trade center, dan kondominiun (service apartment).

Atas hal tersebut, katanya, P3RSI mengusulkan, kata apartemen di rincian jenis pelanggan: gedung bertingkat tinggi komersial/apartemen/kondominium/pusat perbelanjaan, dihilangkan.

Baca Juga: Ancam Demo! P3RSI: IPL Apartemen Kena PPN Bentuk Penindasan Terhadap Kelas Menengah

"Selanjutnya, gedung bertingkat yang fungsi dan peruntukannya sebagai hunian lebih tepat digolongkan sebagai rumah susun," terang Adjit Lauhatta.

Dia juga menekankan, akibat kenaikan tarif air bersih ini yang mencapai 71%, beban yang ditanggung pemilik dan penghuni rumah susun makin berat dengan kenaikan tarif air bersih dari Rp12.550 menjadi Rp21.500.

Padahal, menurut Adjit, PPPSRS, dalam hal ini warga rumah susun masih menanggung perawatan instalasi air bersih di gedungnya yang mencapai miliaran rupiah setiap tahunnya.

”Sangat ironis, jika pemerintah, dalam hal ini Pemprov DKI Jakarta, mendorong agar kalangan dan MBR tinggal di rumah susun, tapi setelah tinggal, kok kami malah dikenakan tarif air bersih paling tinggi. Harusnya Pemprov DKI dan PAM Jaya peka dengan situasi ekonomi kalangan menengah dan MBR saat ini,” tegas Adjit.

Baca Juga: P3RSI: Regulasi Pengelolaan Rumah Susun di Indonesia Perlu Direvisi

Ikut Tarif Air Minum atau Air Bersih?

Sebelumnya, Francine Widjojo, anggota Komisi B DPRD Provinsi DKI Jakarta Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) meminta pihak Perumda Air Minum Jaya (PAM Jaya) menunda pemberlakuan Tarif Baru Layanan Air, terutama di rumah susun (hunian).

Menurut Francine, di tahun 2025 ini belum ada urgensi kenaikan tarif air PAM Jaya, karena sejak tahun 2017 PAM Jaya selalu untung, di mana keuntungan tertinggi terjadi di tahun 2023 dengan nilai Rp1,2 triliun.

Di tahun 2024, PAM Jaya membagi dividen Rp62 miliar kepada Pemprov DKI Jakarta selaku 100% pemegang saham. Tetapi, di sisi lain, tingkat kebocoran air atau Non Revenue Water sejak tahun 2017 sangat tinggi, selalu berkisar 42% - 46%.

"Selain karena banyaknya penolakan dari warga rumah susun kalangan menengah dan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), dasar hukum keputusan kenaikan tarif air bersih ini masih dapat diperdebatkan," tutur Francine di DPRD DKI Jakarta beberapa waktu lalu.

Baca Juga: Trik Mudah Menghemat Air Bersih Saat Musim Kemarau

Dia mengingatkan bahwa peraturan telah mendefinisikan air minum sebagai air yang siap diminum dan memenuhi syarat kesehatan, yaitu pada Pasal 1 angka (5) UU 17/2019 tentang Sumber Daya Air dan Pasal 1 angka (2) PP 122/2015 tentang Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM).

”Dengan banyaknya pro dan kontra saat ini, ditambah dengan dasar hukumnya, terutama terkait tarif air minum dibandingkan dengan air bersih, seharusnya PAM Jaya belum bisa menerapkan kenaikan tarif tersebut dan sebaiknya ditunda dulu di 2025 ini,” kata Francine.

Menurutnya, secara aturan, sebenarnya yang bisa diterapkan PAM Jaya adalah kenaikan tarif air minum, bukan air bersih, sebab PAM Jaya adalah perusahaan air minum bukan air bersih.

"Hanya saja selama ini banyak warga Jakarta masih menikmati tarif air bersih saja. Jadi terkait tarif itu, harusnya dibedakan antara air minum dengan air bersih," terangnya.

Sebenarnya, lanjut Francine, kenaikan tarif yang diatur di dalam Keputusan Gubernur No. 730 tahun 2024 terkait tarif air minum. Dengan demikian, PAM Jaya seharusnya menaikkan tarif air minum terhadap pelanggan yang sudah menerima layanan air minum.

Redaksi@realestat.id

Simak Berita dan Artikel Menarik Lainnya di Google News

Berita Terkait

Pagar Laut sepanjang 30,16 km di lepas pantai Tangerang (Foto: Dok. ATR/BPN)
Pagar Laut sepanjang 30,16 km di lepas pantai Tangerang (Foto: Dok. ATR/BPN)
Pembongkatan pagar laut di perairan Tangerang (Foto: Dok. ATR/BPN)
Pembongkatan pagar laut di perairan Tangerang (Foto: Dok. ATR/BPN)
Pembongkaran Pagar Laut Tangerang (Foto: Dok. ATR/BPN)
Pembongkaran Pagar Laut Tangerang (Foto: Dok. ATR/BPN)
Pagar Laut sepanjang 30,16 km di lepas pantai Tangerang (Foto: Dok. ATR/BPN)
Pagar Laut sepanjang 30,16 km di lepas pantai Tangerang (Foto: Dok. ATR/BPN)