RealEstat.id (Medan) - Dalam sebuah kesempatan, Mark Twain, seorang penulis, novelis, dan pengajar berkebangsaan Amerika Serikat pernah bertutur: “bankir adalah teman yang meminjamkan payungnya saat matahari bersinar, tetapi memintanya kembali pada detik-detik menjelang hujan".
Pendapat ini mungkin benar pada zamannya, karena beliau lahir pada 1835. Masa itu beliau masih berada dalam suasana revolusi industri 1.0, sementara saat ini kita sudah memasuki era revolusi industri 4.0.
Hari gini pastinya tidak lagi. Apa yang dikemukakan Mark Twain sudah tidak relevan. Bank-bank terus berlomba memanjakan nasabah, termasuk pengembang properti yang menjadi nasabah bank, namun pasti ada syaratnya.
Baca Juga: Restrukturisasi Utang atau Restrukturisasi Perusahaan, Mana yang Lebih Penting?
Paradigma Hubungan
Paradigma hubungan antara pengusaha dan bankir saat ini sudah jauh berubah. Hubungan antara pengusaha selaku nasabah peminjam dengan pihak perbankan adalah sejajar. Hubungan keduanya diatur dalam perjanjian kredit sesuai dengan prinsip kebebasan berkontrak.
Mereka menentukan dan menyepakati hubungan hukum dalam perjanjian kredit yang memuat hak dan kewajiban masing-masing pihak. Kedudukan antara debitur dengan bank sejajar tidak ada yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang lain.
Asas kebebasan berkontrak terdapat dalam hukum perjanjian Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Dalam pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata disebutkan, bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya (pacta sunt servanda). Berdasarkan asas ini, maka para pihak dapat mengadakan perjanjian berisi apa saja asal tidak melanggar ketertiban umum (public order) dan kesusilaan.
Dalam penerapannya, asas kebebasan berkontrak memberikan kebebasan kepada para pihak untuk beberapa hal: pertama, membuat atau tidak membuat perjanjian. Kedua, memilih dengan siapa untuk mengadakan perjanjian. Ketiga, menentukan isi, syarat dan pelaksanaan perjanjian. Keempat, menentukan bentuk perjanjian. Kelima, menentukan pilihan hukum.
Baca Juga: Penting Diketahui: Risiko Legal Bank Digital
Terkait hubungan antara pengusaha pengembang properti selaku debitur dengan bankir, begawan properti Ciputra mengemukakan pendapatnya. Pada dasarnya bank juga sangat membutuhkan pengusaha untuk menjadikan aktivitas perbankan sebagai mediator penggerak roda perekonomian. Sehingga sesungguhnya, kedua belah pihak punya pola hubungan yang saling membutuhkan dan saling menguntungkan.
Para bankir sangat membutuhkan komitmen pengusaha untuk mengembangkan usahanya dengan jaminan, pinjaman yang diberikan bank akan menjadi dana yang benar-benar bermanfaat bagi pengusaha dalam mengembangkan usahanya. Bankir juga akan bertindak professional sebagai mitra yang punya komitmen baik pada masa sulit untuk mencari solusi yang mampu mendorong pengembanan usaha tanpa conflict of interest apapun.
Dalam hubungan pengembang properti selaku debitur dan bank yang memberikan dukungan kredit modal kerja konstruksi, kedua belah pihak sama-sama menilai sampai sejauh mana hubungan itu memberi manfaat bagi keduanya.
Pengembang properti selaku debitur akan berpindah ke lain hati dengan meninggalkan bank yang sudah membesarkannya usahanya apabila memiliki pilihan bank yang memberikan penawaran lebih menarik. Sementara bank juga secara berkala memberikan penilaian terhadap debiturnya untuk menentukan langkah apa yang akan dilakukan untuk mempertahankan nasabah agar senantiasa setia.
Baca Juga: Solusi Skema Penjualan Aset Bagi Perusahaan yang Terjerat PKPU
Bank menilai debiturnya dengan melakukan pemeringkatan yang dikenal dengan istilah rating. Rating debitur dibuat secara internal bank berdasarkan indikator keuangan dan indikator non-keuangan. Pihak bank menilai debitur berkaitan dengan kontribusi pendapatan yang diperoleh bank serta kemanfaatan kredit dalam kemajuan usaha debitur.
Semakin besar pendapatan yang dikontribusikan debitur terhadap bank serta semakin besar manfaat kredit untuk kemajuan usaha debitur, maka akan semakin meningkatlah rating debitur dalam penilaian bank.
Nah, kini muncul pertanyaan berapa rating Anda selaku debitur? Pertanyaan ini cukup menggelitik dan perlu diketahui karena langsung berpengaruh terhadap benefit yang mungkin diberikan bank. Semakin baik rating Anda maka semakin besar benefit yang diperoleh.
Benefit itu dapat berupa keringanan suku bunga, keringanan biaya provisi serta berbagai kemudahan lain terkait fasilitas kredit yang diterima seperti besarnya maksimal pencairan kredit pertama kali serta tingkat fleksibelitas fitur produk.
Baca Juga: Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) Jangan Hambat Perumahan MBR!
Kelangsungan hubungan antara pengembang properti selaku debitur dengan bank perlu dijaga oleh kedua belah pihak dalam bingkai kerjasama yang saling menguntungkan. Debitur mendapatkan pinjaman untuk membantu modal kerja yang dilakukan sementara bank memperoleh pendapatan berupa bunga, provisi serta lainnya dari kredit yang disalurkan. Bank senantiasa berusaha agar kinerjanya terus kinclong serta usaha debitur yang diberikan dukungan kredit semakin maju.
Rating Pengembang
Dalam praktik di dunia perbankan, bank secara internal sudah jamak melakukan penilaian dengan pemeringkatan (rating) terhadap nasabah peminjamnya. Apabila ditelusuri, bank-bank melakukan rating terhadap debitur dalam rangka kepentingan pemasaran untuk mengoptimalkan produk kredit.
Rating debitur yang dibuat bank dalam rangka pemasaran bertujuan untuk mengoptimalkan produk kredit dan meningkatkan pelayanan terhadap nasabah. Rating debitur dilakukan bank agar berhasil menyalurkan kredit yang berkualitas sehingga membuat pendapatan bank semakin meningkat. Di samping itu, bank-bank juga terus berusaha meningkatkan kemampuan bersaingnya terhadap bank-bank lainnya.
Baca Juga: Nasabah Peminjam dalam PKPU, Bank Bisa Berbuat Apa?
Penilaian debitur dilakukan dalam rangka memasarkan produk kredit dibuat dengan bebeberapa kriteria. Bank yang memiliki tagline bank sahabat keluarga Indonesia menilai pengembang properti selaku debiturnya berdasarkan aspek kualitas kredit, aspek keuangan, aspek manajemen, aspek kerjasama bank dan aspek legalitas. Penilaian masing-masing aspek tergantung kepada variable-variable yang sudah ditentukan dengan bobot dan skor tertentu.
Kolektibilitas kredit yang terus lancar, tingkat perolehan keuntungan yang tinggi, pengalaman kerjasama baik yang sudah lama, kelengkapan legalitas perusahaan dan proyek merupakan beberapa indikator yang membuat rating menjadi semakin baik.
Rating pengembang properti dibedakan atas platinum, gold, silver dan bronze. Nasabah dengan rating tertinggi adalah platinum yang masuk dalam kelompok debitur prima. Pengembang properti yang rating-nya berada dalam kelompok debitur prima akan dimanjakan dengan benefit lebih menarik dibandingkan dengan rating lainnya.
Bagi debitur keringanan dari sisi pricing fasilitas kredit bank pasti sangat membantu menekan biaya yang harus dikeluarkan. Rendahnya suku bunga serta ringannya biaya provisi pasti menjadi pilihan calon debitur dalam menggunakan produk kredit saat menerima tawaran bank.
Baca Juga: Lima Kiat Sukses Mendapat Kucuran Kredit Properti dari Bank
Apalagi bank juga memberikan fasilitas kredit yang bersifat fleksibel seperti memberikan keleluasaan melakukan penarikan kredit dalam batas plafon tertentu yang dikenal dalam fasilitas kredit PRK (pinjaman rekening koran). Eunaak tenaaan.
Rating pengembang properti juga dilakukan bank untuk mengukur risiko kredit yang akan atau sudah disalurkan, yang dikenal dengan istilah Internal Credit Rating (ICR). Rating ini dilakukan dengan fokus untuk meningkatkan kualitas proses bisnis dan manajemen risiko.
Rating terhadap risiko kredit pengembang dilakukan bank seiring dengan pesatnya perkembangan lingkungan eksternal dan internal perbankan yang juga diikuti semakin kompleksnya risiko bagi kegiatan usaha perbankan. Dalam menerapkan manajemen risiko berkualitas tinggi, maka bank membutuhkan suatu pengukuran risiko kredit sebagai sebuah solusi dalam menentukan rating secara internal untuk debitur-debitur Bank.
Pelaksanaan rating untuk mengukur risiko kredit dilakukan bank saat melakukan analisis kredit terhadap permohonan baru dan melakukan analisis review terhadap permohonan restrukturisasi kredit. Perhitungan rating dilakukan berdasarkan aspek peringkat peminjam (borrower rating), peringkat fasilitas (facility rating) dan peringkat komposit (composite rating).
Baca Juga: Risiko Hukum Dalam Pengucuran Kredit Properti, Apa Saja?
Borrower rating dinilai berdasarkan aspek informasi debitur, aspek finansial dan informasi keuangan serta aspek manajemen. Facility rating dinilai berdasarkan aspek teknis, aspek pasar, aspek pengembalian kewajiban dan aspek agunan. Sedangkan composite rating merupakan aspek gabungan dari aspek yang digunakan pada borrower rating dan facility rating.
Rating tertinggi berdasarkan perhitungan ini adalah investment grade minimum risk yang mengindikasikan bahwa perusahaan pengembang berkualitas terbaik, layak dan stabil, memiliki kemampuan yang sangat kuat dalam memenuhi kewajiban kepada bank. Sedangkan rating terendah adalah non investment grade expected loss yang mengindikasikan bahwa perusahaan pengembang sudah tidak memiliki kemampuan dan kondisinya sudah macet.
Penutup
Jadi seberapa baikkah rating Anda selaku pengembang properti (yang menjadi debitur) dalam penilaian bank? Anda seyogianya sudah dapat memperkirakan jawabannya. Ayo berlombalah membuat rating Anda meningkat agar bank yang memberikan dukungan kredit semakin terpikat.
Seorang penyair yang bernama Ogden Nash berkata: “orang-orang profesional tidak pernah khawatir karena apapun yang terjadi, mereka akan memperoleh apa yang menjadi bagiannya”.
Aman dan bijaklah dalam bisnis properti. Semoga artikel ini bermanfaat.
Juneidi D. Kamil, SH, ME, CRA adalah Praktisi Hukum Properti dan Perbankan. Artikel ini adalah pendapat pribadi penulis. Untuk berkorespondensi, dapat disampaikan melalui email: kamiljuneidi@gmail.com.