RealEstat.id (Jakarta) – Ketiadaan pasokan baru di Kuartal III 2024 membuat pasokan kumulatif apartemen di Jakarta tetap relatif stabil di angka 259.364 unit.
Sebagian besar pengembang apartemen terlihat masih ragu untuk meluncurkan proyek baru dan fokus menyelesaikan proyek konstruksi yang ada.
"Ketidakpastian permintaan, kemudian tersedianya stok yang belum terjual di pasar, membuat para pengembang lebih berhati-hati dalam mempersiapkan pengembangan proyek baru," tutur Martin Samuel Hutapea, Associate Director Research & Consultancy Services Leads Property.
Dalam Jakarta Property Market Insight, Leads Property mencatat, permintaan apartemen di Jakarta secara kuartalan pada Kuartal III 2024 sebanyak 182 unit.
Baca Juga: Pasar Apartemen Sewa Jakarta: Tak Hanya Diminati Ekspatriat dan Corporate Client
Sementara, permintaan kumulatif apartemen di Jakarta sedikit meningkat sebesar 0,1% secara kuartalan (QoQ) mencapai 214,874 unit pada kuartal III 2024.
Menurut Martin, insentif PPN yang muncul sebelumnya tampaknya tidak mendorong calon pembeli untuk membeli apartemen.
"Sebagai responnya, pemerintah melanjutkan insentif PPN hingga Desember tahun ini untuk mendongkrak pasar apartemen," jelasnya.
Lebih lanjut, dia mengatakan, tingkat penjualan tetap stabil di 82,8% karena perlambatan permintaan dan tidak adanya pasokan baru.
Baca Juga: Rupiah Melemah Bikin Pasar Apartemen Jakarta Pasrah?
Meskipun Bank Indonesia baru-baru ini menurunkan BI rate menjadi 6,0%, penyerapannya belum berdampak langsung terhadap pasar apartemen, kecuali jika suku bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPA) mengalami penurunan yang signifikan.
Pengembang mungkin perlu meningkatkan upaya pemasaran mereka dan menawarkan gimmick tambahan untuk menarik lebih banyak pembeli potensial, meskipun dengan adanya insentif PPN.
Harga jual apartemen di CBD dan prime area Jakarta masing-masing naik tipis sebesar 1,0% dan 0,3%, yakni sebesar Rp57,2 juta dan Rp47,5 juta per meter persegi.
Perubahan tersebut disebabkan oleh beberapa proyek yang hampir selesai seiring dengan kemajuan pembangunannya.
Baca Juga: Apartemen Jabodetabek: Pasar yang Lemah Ubah Perilaku Konsumen
Meski demikian, Leads Property memperkirakan harga akan relatif stabil seiring dengan perlambatan pasar.
Mengingat persaingan pasar dan ketidakpastian kondisi perekonomian yang membayangi pasar residensial, para pengembang nampaknya masih wait and see.
Martin menambahkan, di tengah kondisi tersebut di atas, terdapat kekhawatiran mengenai kenaikan PPN serta pengenaan PPN atas service charge.
Selain itu, imbuhnya, menurut beberapa pemberitaan, kelas menengah Indonesia mengalami penurunan yang disebabkan oleh rendahnya daya beli.
Baca Juga: Pengaruh PPN DTP Pada Performa Sektor Properti: Riset Knight Frank
"Oleh karena itu, faktor-faktor ini dapat berdampak lebih jauh pada pasar apartemen, menyebabkan lesunya permintaan, terutama pada kelas menengah," kata Martin.
Pembeli mungkin memerlukan perubahan persepsi mengenai tinggal di kota dengan kepadatan tinggi untuk merangsang permintaan, yang lebih relevan untuk memilih hunian vertikal.
Pada saat yang sama, terang Martin, penawaran harga dan paket yang menarik dari pengembang tetap diperlukan.
"Pembeli khususnya kelas menengah, perlu mempertimbangkan hunian berbasis TOD (transit oriented development) karena relevan dengan tingkat harga serta mengurangi pemakaian kendaraan," pungkasnya.
Simak Berita dan Artikel Menarik Lainnya di Google News