Inilah Kendala Utama Pemenuhan Rumah Bagi MBR, Pemerintah Harus Lakukan Apa?

Keberpihakan pemerintah dan dukungan perbankan sangat penting dalam mendukung kepemilikan rumah untuk segmen MBR.

Webinar bertajuk "Rumah untuk Semua: Mencari Solusi Masyarakat Merdeka Punya Rumah" yang diselenggarakan Katadata, Senin (15/8/2022).
Webinar bertajuk "Rumah untuk Semua: Mencari Solusi Masyarakat Merdeka Punya Rumah" yang diselenggarakan Katadata, Senin (15/8/2022).

RealEstat.id (Jakarta) - Pemenuhan kebutuhan rumah, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) masih menjadi salah satu masalah utama negeri ini. Kondisi ini diperparah dengan makin mahalnya harga properti akibat lahan yang kian terbatas, khususnya di perkotaan, yang masih menjadi pilihan masyarakat dalam mencari nafkah.

Berdasarkan riset yang dilakukan Katadata Insight Center, harga tanah menjadi hambatan utama dalam penambahan pasokan rumah untuk MBR. Hambatan kedua, terkait kemampuan daya beli MBR yang selalu tertinggal dari kenaikan harga lahan dan bangunan.

Oleh karena itu, keberpihakan pemerintah dan dukungan perbankan sangat penting dalam mendukung kepemilikan rumah untuk segmen MBR. Panel ahli Katadata Insight Center, Mulya Amri mengatakan, 84% dari backlog atau kekurangan rumah di Indonesia didominasi oleh MBR.

Menurutnya, peran vital pemerintah dan lembaga perbankan sangat krusial untuk mengatasi backlog. Dibutuhkan lembaga perbankan yang berkomitmen menyalurkan kredit konstruksi dan KPR bersubsidi. Inovasi sumber pendanaan harus menjadi fokus utama untuk kurangi beban APBN.

Baca Juga: Apersi Khawatir Target Program Sejuta Rumah 2022 Tak Akan Tercapai, Ini Alasannya!

"Penyertaan Modal Negara dan kecukupan modal perbankan bisa mendukung cita-cita mulia pemerintah mewujudkan tempat tinggal yang layak huni untuk masyarakat berpenghasilan rendah,” kata Mulia Amri dalam webinar Rumah untuk Semua: Mencari Solusi Masyarakat Merdeka Punya Rumah yang diselenggarakan Katadata, Senin (15/8/2022).

Katadata Insight Center melakukan riset selama tiga bulan, terhitung sejak Mei hingga akhir Juli. Untuk memvalidasi temuan di lapangan, tim Katadata juga melakukan wawancara dengan para pemangku kepentingan di industri perumahan, mulai dari pengurus asosiasi, ekonom, pengamat properti, Kementerian PUPR, Kementrian Keuangan, Bank BTN hingga sejumlah debitur KPR.

“Kegiatan riset ini bagian dari upaya kami mengingatkan kembali pemerintah tentang janji mulia program sejuta rumah yang dicetuskan Presiden Joko Widodo pada 2015 silam. Kami juga sengaja merilis hasil riset ini menjelang hari Kemerdekaan sebagai renungan bersama bahwa banyak masyarakat kita yang belum sepenuhnya merdeka memiliki hunian layak,”  jelas Mulia.

Data Kementerian PUPR memperlihatkan jumlah backlog kepemilikan rumah di Indonesia mencapai 12,75 juta unit. Hal itu masih ditambah data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2020 yang menyatakan hanya 59,5% keluarga menghuni rumah yang layak, sementara sisanya adalah rumah tidak layak huni.

Baca Juga: Jadi Kendala Pembiayaan Properti, REI Beri Usulan kepada OJK Terkait Pinjol, Ada Apa?

Data backlog diperkirakan akan terus meningkat. Pasalnya, jumlah keluarga baru terus bertambah, sementara pasokan hunian layak tidak mampu mengimbangi. Kalaupun ada pasokan, harganya sulit terjangkau atau pilihan lainnya lokasi rumah berada jauh dari tempat beraktivitas, seperti di area pinggiran kota.

Berdasarkan riset yang telah dilakukan, Katadata merekomendasikan beberapa hal yang perlu dilakukan pemerintah agar backlog perumahan bisa berkurang secara signifikan dan keresahan kaum milenial yang susah memiliki rumah karena kenaikan harga properti bisa dicarikan solusinya.

Rekomendasi pertama, pemerintah perlu mendukung ketersediaan lahan untuk pembangunan rumah MBR. Kedua, Pengembangan hunian vertikal harus diwujudkan dengan melibatkan pengembang skala besar.

Ketiga, regulasi pemerintah harus sejalan dengan tujuan penambahan pasokan rumah MBR. Keempat, inovasi sumber pendanaan harus menjadi fokus utama mengurangi beban APBN. Kelima, pemerintah perlu mengkaji pentingnya keberadaan bank khusus perumahan rakyat. Keenam, PMN dan kecukupan modal perbankan dapat mendukung cita-cita pemerintah mewujudkan rumah layak huni bagi MBR.

Baca Juga: Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) Jangan Hambat Perumahan MBR!

Memperkuat Bank Perumahan
Sementara itu, Piter Abdullah, Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, yang menjadi salah satu panelis diskusi menjelaskan, perlu upaya ekstra keras dalam menekan angka backlog. Hal ini perlu lebih dari sekadar dukungan dan keberpihakan nyata semua stakeholder agar visi besar presiden Joko Widodo bisa terwujud sebelum masa jabatannya berakhir.

Menurutnya, salah satu upaya yang bisa ditempuh adalah meningkatkan kapasitas permodalan Bank BTN melalui penyertaan modal negara (PMN). Dengan menerima PMN, Bank BTN bakal punya kemampuan untuk memperbesar penyaluran kredit rumah kepada MBR.

“Bank BTN terbukti punya rekam jejak dan sejarah panjang sebagai pelaksana mandat pemerintah dalam membantu MBR memiliki rumah. Fakta juga menunjukkan, Bank BTN paling berprestasi dalam menyalurkan program kredit bersubsidi FLPP dan punya keberpihakan nyata terhadap segmen MBR,” kata Piter yang menentang isu merger Bank BTN dengan bank BUMN lain. 

Piter juga mengingatkan tanpa PMN ke Bank BTN, Program Sejuta Rumah untuk rakyat yang digagas Presiden Jokowi bisa melambat, sementara masa jabatan presiden kurang dari dua tahun lagi.

“Tanpa keberpihakan dan komitmen pemerintah, memiliki rumah layak hanya menjadi mimpi para MBR. Tak ada pilihan bagi pemerintah selain menyalurkan PMN ke Bank BTN. Menunda PMN berarti lost opportunity dan segmen MBR paling dirugikan," kata Piter.

Baca Juga: Stakeholder Perumahan Tolak Akuisisi BTN Syariah oleh BSI, Kornas-Pera Keluarkan 3 Rekomendasi

Beberapa waktu lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan generasi milenial semakin sulit memiliki rumah atau hunian karena kenaikan harga properti yang tidak sebanding dengan pendapatan mereka.

Kondisi ini membuat pemerintah melakukan berbagai upaya agar masyarakat Indonesia, terutama generasi muda bisa memiliki rumah. Salah satunya, pemerintah melancarkan Program Sejuta Rumah. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyediakan bantuan rumah layak huni serta prasarana, sarana dan utilitas umum bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

Direktur Rumah Umum dan Komersial Kementerian PUPR, Fitrah Nur mengatakan, Kementerian PUPR terus berupaya mengatasi kekurangan perumahan (backlog) dan mendorong masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) untuk memiliki rumah layak huni. Salah satunya dengan melakukan inovasi penyediaan rumah layak bagi MBR berpendapatan tidak tetap atau informal.

“Jika sektor MBR informal ini dapat dipetakan lebih rinci, pasti akan lebih mudah menjangkau mereka dalam pembiayaan KPR oleh perbankan. Kita ambil contoh petani bisa masuk dalam kategori MBR informal karena tidak memiliki slip gaji, namun sebenarnya kemampuan bayar mereka cukup tinggi, jadi mungkin solusi yang tepat adalah pemetaan sektor MBR informal untuk selanjutnya dijadikan Grand Design Perumahan Segmen MBR Informal,” kata Fitrah Nur.

Baca Juga: Kementerian PUPR Klaim Program Sejuta Rumah Capai 466.011 Unit di Semester I 2022

Delapan Usulan DPP REI
Pada kesempatan tersebut, Wakil Ketua Umum DPP REI Moderod mengungkapkan, saat ini DPP REI sedang mendorong program untuk memudahkan masyarakat, khususnya pekerja untuk mendapatkan perumahan layak huni, khususnya apartemen dengan cara menyewa untuk kemudian memiliki (rent to own). Selain itu, program sejuta rumah rakyat juga terus dikerjakan sesuai dengan target yang sudah ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo.

“Program sejuta rumah yang sedang berjalan dan on the right track, peningkatan selama pandemi sedikit melambat, tapi selama pandemi salah satu bidang usaha yang masih positif adalah di bidang properti, termasuk di bidang perumahan masyarakat berpenghasilan rendah,” jelas Moerod.

Agar penyediaan rumah MBR dapat terlaksana dengan baik, DPP REI menawarkan beberapa usulan. Pertama, percepatan penerbitan Ketentuan Harga Jual Baru Rumah Subsidi Tahun 2022 bagi rumah MBR untuk menyesuaikan kenaikan harga material dan upah tukang. Kedua, piloting program akses MBR informal agar mendapat KPR Subsidi Pemerintah dan membuka kesempatan bagi pekerja sektor informal untuk mengakses pembiayaan perumahan.

Ketiga, percepatan updating data kepesertaan MBR ASN penerima program KPR Tapera. Keempat, pendalaman skema rent-to-own rumah untuk memperluas jangkauan pembiayaan perumahan bagi pekerja industri dan sektor informal. Kelima, optimalisasi Bank Tanah dan BP3 untuk dapat menghadirkan harga tanah terjangkau bagi pembangunan perumahan di pusat kota.

Keenam, perbaikan ekosistem, investasi dan rantai pasok di sektor perumahan setelah diberlakukannya UU Cipta Kerja. Ketujuh, menjadikan Program Sejuta Rumah sebagai salah satu Program Padat Karya Pemerintah untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional. Terakhir, insentif pembangunan Rumah Susun Subsidi sesuai dengan RPJMN 2019 – 2024.

Redaksi@realestat.id

Berita Terkait

Perumahan Subsidi di Gorontalo (Foto: Istimewa)
Perumahan Subsidi di Gorontalo (Foto: Istimewa)
Dari kiri ke kanan: Andriliwan Muhammad, Ketua Umum Appernas Jaya;  Muhammad Syawali, Ketua Umum Asprumnas; Junaidi Abdillah, Ketua Umum Apersi; dan Ari Tri Priyono, Ketua Umum Himperra saat deklarasi GASPERR, Jumat, 15 November 2024 (Foto: Realestat.id/Anto Erawan)
Dari kiri ke kanan: Andriliwan Muhammad, Ketua Umum Appernas Jaya; Muhammad Syawali, Ketua Umum Asprumnas; Junaidi Abdillah, Ketua Umum Apersi; dan Ari Tri Priyono, Ketua Umum Himperra saat deklarasi GASPERR, Jumat, 15 November 2024 (Foto: Realestat.id/Anto Erawan)
Biaya dan pajak membeli rumah.
Biaya dan pajak membeli rumah.