Indonesia Dorong Pertumbuhan Properti Data Center di Asia Pasifik

JLL mencatat, di Asia Pasifik permintaan data center terus tumbuh dengan cepat, didorong oleh cloud computing dan penggunaan mobile internet.

Data center elektrikal (Foto: Pixabay.com)
Data center elektrikal (Foto: Pixabay.com)

RealEstat.id (Jakarta) –  Sektor data center di Asia Pasifik akan memasuki siklus pertumbuhan baru. Hal ini didorong oleh pertumbuhan pasar pada negara-negara berkembang di kawasan tersebut, demikian hasil riset terbaru JLL.

Konsultan properti asal Chicago, Amerika Serikat tersebut mencatat, di Asia Pasifik terdapat tiga dari empat negara terpadat di dunia, yakni China, India, dan Indonesia, yang menyediakan lokasi menarik dan menciptakan siklus baru bagi para operator serta peluang baru bagi investor.

Lonjakan penggunaan internet dan ponsel pintar, ditambah dengan media sosial, e-gaming, streaming video, dan aplikasi big data, menjadi alasan perlunya kapasitas data center yang lebih besar di wilayah ini. Menurut laporan terbaru JLL bertajuk "The Rise of New Data Centre Growth Markets", permintaan akan data center terus tumbuh secara cepat di Asia Pasifik, didorong oleh cloud computing dan penggunaan mobile internet.

Baca Juga: 2021, Transaksi Properti di Asia Pasifik Naik 20%

Nilai pasar hosting, penyimpanan data, dan layanan cloud computing diperkirakan mencapai USD163 miliar pada 2021, atau meningkat hampir 30% dari 2017, menurut laporan tersebut. Selain itu, lalu lintas cloud di Asia Pasifik diprediksi akan tumbuh lebih dari 150% pada periode yang sama.

“Pertumbuhan konsumsi data menjadikan infrastruktur data center sebuah peluang yang menarik bagi investor dan operator baik dalam skala regional maupun global. Ada peluang yang jelas pada sektor data center di Asia Pasifik, baik di pasar yang sedang berkembang maupun yang sudah mapan, hal ini terjadi seiring berkembangnya kerangka kerja demografi dan peraturan,” kata Bob Tan, Senior Director, Alternatives, Capital Markets JLL.

Menurut riset JLL, aktivitas investor dan operator di China daratan, India, dan Indonesia tumbuh signifikan dalam beberapa bulan terakhir. Mereka akan semakin berkembang karena permintaan untuk layanan data center melonjak di tengah pertumbuhan pasar yang sangat tinggi. JLL percaya bahwa ketiga pasar negara berkembang masih kurang terlayani oleh pasokan yang ada dan menghadapi permintaan yang kuat dari operator lokal dan internasional. 

Baca Juga: Biaya Fit-Out Ruang Perkantoran di Asia Pasifik Naik, Tokyo Tertinggi

China memiliki lebih banyak pasokan baik saat ini maupun di masa yang akan datang dibandingkan pasar lainnya di Asia Pasifik, dengan investasi dan komitmen yang ditunjukkan secara signifikan selama 18 bulan terakhir. Pada Juni 2020, Blackstone mengumumkan investasi sebesar USD150 juta untuk 21vianet, penyedia data center di China. Selain itu, GDS dan GIC mengumumkan kerjasama pada tahun 2019 untuk membangun dan mengoperasikan data center di Cina, yang menandakan adanya potensi pasar jangka panjang. 

Di India, Grup Adani memiliki rencana untuk berinvestasi sekitar USD10 miliar di layanan data center dan telah menandatangani nota kesepahaman dengan Digital Realty yang berbasis di AS pada tahun 2019. Colt DCS juga memulai pembangunan fasilitas hyperscale baru di Mumbai pada tahun 2020, ini merupakan salah satu fasilitas hyperscale paling luas di India. Equinix juga telah mengumumkan kehadirannya di India pada tahun 2020 melalui akuisisi GPX India.

Di Indonesia, hadirnya sistem kabel INDIGO yang baru di Jakarta yang menghubungkan Singapura dan Sydney menambah daya tarik Indonesia sebagai pasar data center. Pada bulan November 2020, Space DC membuka data center pertamanya di Indonesia, Center19. Terdapat juga, Keppel Group yang bermitra dengan Salim Group untuk bersama-sama mengembangkan data center pertama mereka. Sementara itu, Princeton Digital Group menjajaki pasar melalui akuisisi saham mayoritas di portofolio pusat data XL Axiata.

Baca Juga: Mulai Pulih, Investasi Properti di Asia Pasifik Naik 35%

Yunus Karim, Head of Research JLL Indonesia menerangkan, meskipun tergolong sektor properti yang baru berkembang di Indonesia, data centers memperoleh minat yang cukup tinggi dari para investor dan pelaku bisnis yang berasal dari luar negeri, setidaknya selama dua tahun terakhir.

“Potensi yang dimiliki oleh Indonesia, khususnya proporsi jumlah penduduk muda yang tinggi dan jumlah pengguna internet yang terus meningkat, merupakan salah satu faktor utama yang membuat para investor dan pelaku bisnis mempertimbangkan Indonesia sebagai pilihan mereka untuk berinvestasi,” kata Yunus Karim.

Terlepas dari peluang nyata di pasar data center yang sedang berkembang di kawasan ini, imbuhnya, ada komponen lokal yang kuat dalam kriteria evaluasi investasi yang perlu dipertimbangkan. Undang-undang lokalisasi data serta peraturan dan faktor lainnya seperti kedekatan pasar yang dilayani dan akses ke pasokan listrik juga perlu diperhatikan.

Beragam Gagasan Utama
Di samping itu, JLL juga mencatat beberapa gagasan utama investor dan tenant setelah 2021, terkait data center:

Pertama, suplai energi dan microlocation.  Terdapat pertimbangan-pertimbangan lain dalam hal akses masuk ke pasar, misalnya ketersediaan air dan jaringan kabel serat serta konektivitas ke gardu listrik.

Faktor microlocation untuk semua pasar meliputi kebutuhan untuk menjauh dari jalur penerbangan dan tempat-tempat yang rawan bencana, lokasi yang diinginkan harus berada di luar kawasan banjir 100 tahunan atau kawasan rawan gempa.

Baca Juga: Sektor Logistik Asia Pasifik Kembali Menggeliat

Kedua, perkembangan peran energi terbarukan. Emisi karbon menjadi tantangan yang semakin besar seiring dengan tumbuhnya kapasitas pusat data dan konsumsi energi. Semakin banyak pemerintahan di negara-negara seperti Cina, Singapura, Korea Selatan, dan Jepang telah berkomitmen untuk emisi karbon ‘Net Zero” selama separuh abad terakhir ini. Komitmen ini memiliki implikasi yang nyata terhadap data center, dan para operator semakin melirik sumber energi terbarukan guna memenuhi kebutuhan energi mereka. 

Ketiga, model operasional dan dinamika pasar. Pasar colocation telah berkembang sedikit demi sedikit. Perkembangan pangsa pasar retail sepertinya akan terbatas karena beberapa perusahaan telah menggabungkan beberapa persyaratan. Pada saat bersamaan, pergerakan ke arah penggunaan cloud dan hybrid juga meningkatkan minat terhadap bisnis wholesale.

Beberapa operator yang sudah mapan telah melirik kecenderungan ini dan mereka giat mencari kesempatan di pasar korporasi-korporasi besar. Investor dan platform baru cenderung tertarik pada segmen ini karena ini lebih mudah dipahami dan ini juga mempercepat pasar dan skalanya. 

Baca Juga: Survei: Transparansi Pasar Properti Indonesia Naik Kelas!

Keempat, kerjasama untuk ekspansi. Banyak operator yang ingin berekspansi ke pasar yang baru dan berkembang dan mereka memilih bermitra dengan pengembang lokal karena dari sudut pandang regulasi, grup internasional mungkin membutuhkan joint ventures untuk pengembangan dan/atau operasional.

Pengembang lokal juga lebih memiliki keahlian khusus yang berhubungan dengan pasar, seperti akses ke land banks, kemampuan menavigasi proses perizinan yang rumit, dan mencari pasokan listrik yang memadai. Mitra lokal akan berpengalaman membangun suprastruktur dan melaksanakan pekerjaan sipil yang diperlukan. 

James Taylor, Head of Corporate Solutions Research JLL Asia Pasifik. menuturkan, saat penggerak regional mengangkat pasar-pasar yang sudah mapan bersama dengan seluruh sektor, kita saat ini memasuki fase baru untuk pasar berkembang dimana mereka menyambut pertumbuhan data center.

Pada titik ini, fokus utama adalah untuk mengidentifikasi peluang data center yang tepat pada pasar berkembang di wilayah ini, karena investor dan operator akan fokus terhadap prospek sektor ini,” kata James Taylor.

Redaksi@realestat.id

Berita Terkait

Forest Dining & Media Room di Kondominium Nava Grove, Singapura (Foto: Istimewa)
Forest Dining & Media Room di Kondominium Nava Grove, Singapura (Foto: Istimewa)
Pasca akuisisi, The Grand Eastlakes akan di-rebranding menjadi One Global Centre. (Foto: Istimewa)
Pasca akuisisi, The Grand Eastlakes akan di-rebranding menjadi One Global Centre. (Foto: Istimewa)
Kingdom Center Tower sebagai salah satu gedung tertinggi di dunia dan menjadi bangunan ikonik di Arab Saudi. (Sumber: Architec Magazine)
Kingdom Center Tower sebagai salah satu gedung tertinggi di dunia dan menjadi bangunan ikonik di Arab Saudi. (Sumber: Architec Magazine)
The Grand yang akan berganti nama menjadi One Global Centre. (Foto: dok. One Global Capital)
The Grand yang akan berganti nama menjadi One Global Centre. (Foto: dok. One Global Capital)