RealEstat.id (Jakarta) - Pasar properti sejak awal pandemi terjadi di 2020 lalu memerlihatkan pola pergerakan yang tidak stabil. Pasar properti yang masih fluktuatif menunjukkan sebuah kondisi jangka pendek dan belum membentuk pola jangka panjang yang stabil. Meskipun mulai terjadi pertumbuhan tipis sejak Semester II 2020, pasar diperkirakan masih rentan terhadap penurunan yang lebih dalam lagi.
Tingkat pertumbuhan pasar perumahan di Jabodebek-Banten pada periode Semester I 2021 diperkirakan mengalami kenaikan 12,2% dibandingkan periode yang sama di 2020. Kendati demikian, beberapa faktor diprediksi masih akan membawa dampak negatif bagi pasar perumahan.
Baca Juga: Pengembang Rumah Subsidi: Disibukkan Administrasi, Miskin Inovasi
“Secara fundamental properti dan ekonomi, sebenarnya pasar perumahan relatif tidak bermasalah. Faktor penentu penting yang sekaligus bisa menjadi game changer adalah efektivitas vaksin dan meredanya pandemi. Selama ini masih belum dapat dikendalikan, pasar perumahan masih tidak stabil dan berpotensi terpuruk lebih rendah dibandingkan tahun 2020,” jelas Ali Tranghanda, CEO dan Founder Indonesia Property Watch (IPW).
Lebih lanjut Ali menjelaskan, peningkatan jumlah kasus baru Covid-19 yang tinggi, berpotensi untuk diberlakukannya lockdown atau PPKM/PSBB. Hal ini pastinya akan memengaruhi keinginan pasar untuk membeli properti dan penundaan pembelian properti jadi semakin lama. Dengan demikian, pasar akan melihat faktor ketidakpastian yang semakin tinggi.
Berdasarkan catatan Indonesia Property Watch, pasar properti sempat anjlok sampai 50,1% di awal terjadinya pandemi di Kuartal I 2020. Penurunan ini dipercaya bukan dikarenakan pasar kehilangan daya beli, melainkan terganggunya mobilitas konsumen yang ingin membeli properti.
Baca Juga: Tol Trans Sumatera: Peluang Besar Investasi Properti
Hal ini disebabkan transaksi properti tidak bisa sepenuhnya dilakukan secara online. Setiap pembeli properti pastinya harus dan ingin merasakan atau melihat secara fisik bangunan dan lingkungan dari properti yang akan dibelinya. Ini yang membuat pasar properti akan sangat terpengaruh bila dilakukan pengetatan PPKM/PSBB.
Bila pengetatan ini dilakukan, maka diperkirakan pasar perumahan akan mengalami pertumbuhan lebih rendah lagi dibandingkan tahun 2020. Paling tidak diperkirakan pasar akan terkontraksi 5% - 10% dibandingkan tahun 2020. Di sisi lain, kebijakan stimulus bidang properti akan sedikit membantu menstabilkan pertumbuhan pasar properti, meskipun tidak dapat dipastikan akan mendongrak penjualan bila terjadi pengetatan yang terlalu lama.
“Meskipun stimulus properti yang diberikan sangat signifikan berpotensi mengangkat pasar properti, namun belum dapat dipastikan sepenuhnya akan meningkatkan nilai transaksi bila situasi pengetatan berkepanjangan. Namun bila kondisi mereda, pastinya stimulus ini menjadi salah satu generator utama untuk membuat properti mengalami peningkatan yang luar biasa,” tambah Ali Tranghanda.
Baca Juga: Pandemi dan Perilaku Konsumen Ubah Bisnis Properti di Sektor Logistik
Sementara itu, banyak pengembang khususnya di skala menengah sampai kecil masih berjuang untuk meretrukturisasi utangnya. Diperkirakan sebagian besar pengembang tidak akan lolos bila restrukturisasi tidak diperpanjang menyusul beberapa saluran cash in pengembang yang semakin terganggu. Beberapa proses akad dan pertanahan semakin terganggu dikarenakan banyak instansi melakukan WFH ditengah tingkat pandemi yang meninggi.
"Tanpa mengurani optimisme yang ada, realitas tetap harus dipertimbangkan agar tidak ‘kecolongan’ dari faktor-faktor negatif yang mungkin akan berdampak ke depan," pungkas Ali.