RealEstat.id (Jakarta) - Siapa tak gentar bangkrut alias pailit? Apa risiko PKPU/Kepailitan kepada Bank? Walaupun posisi dan status hukum utangnya sebagai kreditur separatis? Apa yang harus dilakukan bank, maupun developer dan kreditur kredit pemilikan rumah (KPR) dan kredit pemilikan apartemen (KPA) yang disiplin mencicil, bahkan lunas, dan sudah memanfaatkan aset hunian/apartemen namun belum serah terima? Bagaimana kalau KPR/KPA tersangkut PKPU/Kepailitan pada aset dalam pembangunan skala besar bahkan satu kota mandiri?
Untuk menjawab sederet pertanyaan tersebut, Smart Properti Consulting (SPC) berkolaborasi dengan Menara Lawyers Club (MLC) akan melaksanakan Webinar Hukum Properti berjudul, “Pengembang Properti dalam PKPU, Bank selaku Kreditur Bisa Apa?” Webinar ini akan dilaksanakan pada Ahad, 12 Desember 2021 jam 09.00 WIB - selesai.
Managing Director SPC, Muhammad Joni menyebutkan, SPC dan MLC berkolaborasi dalam Webinar ini sebagai wujud ingin sharing (berbagi) dan kegairahan akan kemajuan ilmu pengetahuan hukum dan wujud profesional social responsibility (PSR).
Webinar menghadirkan narasumber kompeten Sapta Krida, Legal Litigation Specialist di lembaga perbankan dan Miftahul Ulum, praktisi legal perbankan. Keduanya in house lawyer perbankan yang menangani PKPU/Kepalitan. Hadir pula Irfan Surya, Pengurus/Kurator berpengalaman menangani PKPU/Kepailitan.
Acara ini dipandu oleh moderator Juneidi D. Kamil, praktisi hukum properti dan perbankan yang kolumnis hukum bisnis properti dan perbankan di majalah Realestat Indonesia, Indonesian Housing, media online Realestat.id, dan Zona realestat.
Mengapa SPC dan MLC menggelar Webinar ini? Berikut ini 5 (lima) paragraf alasan menurut Muhammad Joni.
Data per September 2020 terdapat 451 kasus PKPU/Kepailitan yang berlangsung di Pengadilan Niaga. Sebanyak 36 kasus diantaranya dimohonkan oleh perbankan selaku kreditur. Dari data ini, perbankan lebih banyak terdampak akibat kasus PKPU/Kepailitan. Nasabah peminjamnya banyak diajukan PKPU/Kepailitan. Posisi Bank, walaupun kreditur seperatis menjadi terganggu.
"Hak Bank selaku kreditur seperatis menjadi terdegradasi. Terutama akibat adanya ketentuan masa stay (legal moratorium) yang terdapat dalam PKPU. Dalam kepailitan, hak bank untuk mengeksekusi di bawah kekuasaan sendiri selama 2 (dua) bulan tidak cukup. Hak bank akhirnya menjadi terpasung padahal obyek jaminan sudah dibebani hak tanggungan”, lanjut Joni yang juga Sekretaris Umum The Housing and Urban Development (HUD) Institute.
Pengembang properti sebagai nasabah peminjam bank yang berada dalam PKPU/Pailit (akibat permohonan kreditur lain), lanjutnya, maka kepentingan bank yang terganggu juga kepentingan nasabah KPR/KPA yang membeli rumah/apartemen itu. Padahal bisa jadi pula pengajuan dari PKPU/Kepailitan itu dalam rangka upaya menghindar dari kewajiban utang yang direkayasanya sendiri.
“Bayangkan saja, nasabah KPR yang sudah membeli rumah dengan mengangsur ke bank, tetapi rumahnya masuk dalam obyek pengurusan PKPU atau masuk ke dalam boedel pailit. Angsuran ke bank harus tetap dilakukan, sementara rumahnya menjadi obyek pengurusan PKPU bahkan harus dilikuidasi dalam pemberesan boedel pailit”.
“Bila nasabah KPR/KPA yang tidak mengangsur KPR/KPA, membuat namanya masuk dalam catatan kredit bermasalah di catatan SLIK OJK. Akibatnya nasabah KPR tidak bisa meminjam lagi ke bank manapun. Keadaan ini tentu saja merugikan nasabah KPR/KPA yang membeli rumah”
SPC dan MLC menggelar webinar ini Gratis (free), namun kuota terbatas. Registrasi: bit.ly/PendaftaranWebinarMLC. Informasi Sertifikat: menghubungi narahubung Dzaky Wananda di nomor WA: 085210278832.