Backlog Perumahan Jalan di Tempat, Panangian Simanungkalit Beberkan Sejumlah Strategi

Pakar properti nasional, Panangian Simanungkalit menawarkan beberapa formula agar zero backlog perumahan rakyat bisa tercapai di tahun 2045.

Pakar properti, Panangian Simanungkalit. (Foto: realestat.id)
Pakar properti, Panangian Simanungkalit. (Foto: realestat.id)

RealEstat.id (Jakarta) – Sektor perumahan rakyat, khususnya perumahan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dinilai belum mendapat perhatian serius dari Pemerintah. Hal ini terlihat masih banyaknya masyarakat yang belum memiliki hunian yang layak dan berkualitas.

Pakar Properti Nasional, Panangian Simanungkalit bahkan menilai, kondisi ini diperparah dengan digabungnya Kementerian Perumahan Rakyat dengan Kementerian Pekerjaan Umum menjadi Kementerian PUPR. Menurutnya, hal ini merupakan sebuah kemunduran, terutama dalam mengentaskan backlog perumahan yang angkanya masih 12,7 juta.

“Artinya, sektor perumahan berjalan di tempat, bahkan berjalan mundur. Permasalahan backlog (kekurangan perumahan) saat ini masih belum teratasi, bahkan jumlahnya semakin meningkat. Karena itu kita berharap pemerintah yang akan datang agar lebih memperhatikan hunian rakyat, terutama bagi milenial dan MBR,” papar Panangian Simanungkalit kepada awak media di Jakarta, Rabu (4/10/2023).

Baca Juga: Inilah 8 Isu Strategis Bidang Perumahan Tahun 2023 Menurut Kementerian PUPR

Dia mengatakan, sebenarnya Pemerintah memiliki program cukup bagus, yakni menargetkan zero Backlog di tahun 2045. “Program ini sangat mulia, tapi jelas membutuhkan kebijakan atau program yang tidak biasa. Strateginya harus matang. Jika tidak program ini hanya akan jadi mimpi belaka,” imbuhnya.

Lebih lanjut Panangian memaparkan, Presiden Joko Widodo dalam sambutanya pada saat Musyawarah Nasional (Munas) REI 2023 lalu  mengatakan jika backlog perumahan kita masih 12,7 juta unit. Padahal Kementerian PUPR selalu mengklaim setiap tahun sudah membangun satu juta rumah.

“Pertanyaannya, mengapa dari 2014 sampai 2023, angka backlog tidak berkurang dan seperti jalan di tempat? Kalau klaim Kementerian PUPR benar, harusnya sekarang sudah berkurang sembilan juta sejak 2014,” tutur Panangian Simanungkalit.

Baca Juga: Bank BTN Usulkan 6 Langkah Strategis Agar 'Zero Backlog' Perumahan Terwujud di 2045

Sementara itu, berbicara soal target Zero Backlog pada tahun 2045, menurut Direktur Eksekutif di Panangian School Of Property, perlu upaya keras dan kerja yang cerdas untuk mencapai ke sana.

Kalau sekarang jumlahnya backlog mencapai 12,7 juta unit, berarti harus dihitung berapa unit yang akan kita bangun pada rentang 2024 - 2045 atau dalam waktu 21 tahun ke depan. Jadi, setidaknya dibutuhkan sekitar 600 ribu unit per tahun.

Jika Presiden Jokowi bilang setiap tahun ada kebutuhan 700 ribu unit dari keluarga baru, berarti rumah yang perlu dibangun setiap tahun seharusnya 1,3 juta unit.

"Nah, yang dibangun sekarang hanya 200 ribu sampai 220 ribu unit. Data ini didapat dari realisasi KPR Bank BTN yang merupakan bank yang paling dominan menyalurkan KPR FLPP," kata Panangian Simanungkalit.

Baca Juga: Bank BTN: Capai Zero Backlog Perumahan di 2045, Perlu Program 10 Juta Rumah

Bila hanya 200 ribuan per tahun, tutur Panangian, berarti capaian itu tidak jauh beda dari pembangunan rumah di zaman Soeharto yakni 190 ribu. Inilah sebab mengapa dia mengatakan pengentasan backlog jalan di tempat.

“Jadi, kenapa harus dibangun 1,3 juta unit per tahun? Karena kalau tidak, maka pengurangan backlog akan makin berat, lantaran jumlah penduduk juga makin bertambah,” jelasnya.

Subsidi Perumahan Perlu Ditambah

Lebih lanjut, Panangian memberi contoh lain, yaitu realisasi KPR yang saat ini hanya Rp662 triliun, atau hanya 3% dari PDB. Biasanya, sebuah negara maju selalu membandingkan rasio KPR terhadap PDB.

"Di Malaysia, rasio KPR terhadap PDB mencapai 34% apalagi Singapura yang mencapai 42%. Bahkan, dengan Vietnam saja kita kalah. Angkanya mungkin sekitar 5%," katanya.

Prihatin akan hal tersebut, Panangian pun mengusulkan agar setiap tahun dibangun 500 ribu rumah sederhana sehat, 500 ribu Rusunami, dan tiga juta rumah di pedesaan.

Baca Juga: Backlog Perumahan Harus Diatasi dengan Cara yang Spektakuler!

Menurutnya, dana subsidi 500 ribu unit rumah tapak sederhana memerlukan Rp50 triliun, subsidi 500 ribu unit Rusunami sebesar Rp36 triliun, sementara subsidi 3 juta rumah di pedesaan Rp15 triliun, sehingga  total dana yang dibutuhkan Rp101 triliun per tahun.

Salah satu cara yang paling mudah, jelas Panangian, adalah menambah jumlah subsidi perumahan. Subsidi perumahan di Indonesia sekarang tidak sampai 3% atau hanya Rp20 triliun, jauh lebih kecil dibanding subsidi pendidikan yang mencapai Rp570 triliun.

"Bandingkan dengan negara-negara lain. Malaysia, anggaran perumahannya sudah mendekati 10%. Idealnya memang mendekati 10%. Tapi, kalau tidak bisa, setidaknya Rp40 sampai 50 triliun. Jadi memang tetap dibutuhkan peningkatan anggaran dari APBN," terangnya.

Baca Juga: Kementerian PUPR Targetkan 'Zero Backlog' Perumahan, Apa Strateginya?

Selain itu, Panangian juga melihat kegagalan Pemerintah dalam membangun Rusunami. Pasalnya, para pengembang enggan membangun hunian vertikal tersebut lantaran harga jualnya yang terlalu murah.

Dia tidak menutup mata, ada beberapa proyek Rusunami yang berhasil dibangun, yakni Kalibata City, Bassura City, dan Green Pramuka. Tetapi, menurutnya, setelah itu pengembang tidak mau membangun Rusunami dengan alasan Pemerintah, termasuk Pemerintah Daerah, tidak hadir dan tidak peduli.

“Proyek Rusunami ini juga gagal karena banyaknya spekulan dan akhirnya salah sasaran. Lihat saja yang tinggal di Kalibata City, seharusnya bukan orang yang punya mobil tiga. Jadi, yang gagal adalah pemerintah, karena tidak bisa mengatur dan mengawasi dengan benar,” pungkasnya.

Redaksi@realestat.id

Simak Berita dan Artikel Menarik Lainnya di Google News

Berita Terkait

Ilustrasi perumahan menengah bawah. (Sumber: BP Tapera)
Ilustrasi perumahan menengah bawah. (Sumber: BP Tapera)