ATR/BPN: Ini 9 Poin Penting dalam RUU Cipta Kerja Cluster Pengadaan Tanah

Di salah satu poin, Kementerian ATR/BPN akan menyiapkan bank tanah sebagai proses untuk menjamin tersedianya tanah untuk pembangunan.

Omnibus Law
Omnibus Law

RealEstat.id (Jakarta) - Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mengungkapkan, terdapat sembilan poin penting pada Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja khususnya dalam cluster Pengadaan Tanah. 

“Pertama tentunya kita akan melakukan beberapa perubahan materi di dalam UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum,” ucap Arie Yuriwin, Direktur Jenderal (Dirjen) Pengadaan Tanah Kementerian ATR/BPN dalam siaran pers yang dirilis Kementerian ATR/BPN.

Baca Juga: Wabah Covid-19, Pelayanan Pertanahan ATR/BPN Gunakan Jalur Elektronik

Dia menjelaskan, Kementerian ATR/BPN akan membantu memfasilitasi dalam penyusunan dokumen perencanaan. Saat ini pihaknya tengah menyiapkan draft rancangan Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN mengenai petunjuk teknis penyusunan dokumen perencanaan pengadaan tanah.

Kedua, Kementerian ATR/BPN akan membantu proses pengadaan tanah dalam kawasan hutan dengan mekanisme pelepasan tanah kawasan hutan, tanah kas desa, tanah wakaf hingga tanah aset instansi pemerintah. 

Baca Juga: The HUD Institute Berikan Sejumlah Masukan Terkait Omnibus Law Cipta Kerja

Ketiga, pada Pasal 10 UU Nomor 2 Tahun 2012 terdapat 18 poin yang akan diperluas cakupannya, termasuk di dalamnya untuk kepentingan pengadaan tanah kawasan ekonomi khusus (KEK), kawasan objek wisata, kawasan industri, dan kegiatan hilir migas yang sebelumnya belum masuk dalam kepentingan umum. 

“Kita akan perluas masuk dalam UU Omnibus Law Cipta Kerja,” tutur Arie Yuriwin.

Keempat, imbuhnya, dalam Omnibus Law Cipta Kerja diatur penetapan lokasi berlaku selama tiga tahun dan perpanjangan satu tahun tanpa adanya proses dari awal jika seandainya perlu adanya pembaruan penetapan lokasi. 

Baca Juga: Dari Omnibus Law ke Omnibus “Happy” Law (3)

Kelima, Kementerian ATR/BPN memikirkan bagaimana mekanisme jenis ganti rugi mengenai kepemilikan saham. 

“Apakah nanti dimungkinkan apabila yang selama ini ganti rugi dalam bentuk uang, tanah pengganti atau pun relokasi, tetapi bagaimana dalam proses pengadaan tanah ini masyarakat bisa sharing dalam kepemilikan saham,” ujarnya.

Keenam, Kementerian ATR/BPN akan menyiapkan bank tanah sebagai proses untuk menjamin tersedianya tanah untuk pembangunan. 

Ketujuh, dalam UU Omnibus Law akan menegaskan mengenai penguasaan tanah negara yang selama ini sering menyebabkan konflik antar pelaksana pengadaan tanah dengan aparat penegak hukum. 

Baca Juga: Dukung UU Cipta Kerja, ATR/BPN Susun 5 RPP Pertanahan

Kedelapan, Kementerian ATR/BPN akan menjamin ketersediaan lahan pangan berkelanjutan dalam hal untuk pengadaan tanah. 

“Jadi lahan pangan berkelanjutan tetap kita pertahankan untuk lahan pertanian dan hanya bisa dilepas dari lahan pertanian apabila untuk kepentingan umum atau pun untuk kepentingan negara,” imbuhnya.

Kesembilan, proses pemberian hak pengelolaan seperti Hak Guna Usaha (HGU) atau Hak Pakai akan diberikan langsung sekaligus dengan perpanjangannya. Termasuk juga pengaturan pemanfaatan hak ruang atas tanah dan bawah tanah yang selama ini juga belum terfasilitasi dalam UU Nomor 2 Tahun 2012. 

“Karena ke depan pembangunan seperti pembangunan MRT atau LRT, kita memerlukan ruang bawah tanah ataupun atas tanah, ini juga akan kami fasilitasi dalam Omnibus Law,” jelasnya. 

Berita Terkait

Ilustrasi program 3 juta rumah, (Sumber: BP Tapera)
Ilustrasi program 3 juta rumah, (Sumber: BP Tapera)
Rumah Khusus (Rusus) warga terdampak Banjir Lebak, Banten. (Foto: Kementerian PUPR)
Rumah Khusus (Rusus) warga terdampak Banjir Lebak, Banten. (Foto: Kementerian PUPR)
Agus Harimurti Yudhoyono, Menteri ATR/Kepala BPN (Foto: Dok. ATR/BPN)
Agus Harimurti Yudhoyono, Menteri ATR/Kepala BPN (Foto: Dok. ATR/BPN)