RealEstat.id (Jakarta) – Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) berharap Program 3 Juta Rumah yang diinisiasi Presiden Prabowo Subianto dapat berjalan sesuai rencana.
Untuk itu, Ketua Umum Apersi, Junaidi Abdillah, mengatakan pihaknya siap membantu program perumahan yang dijalankan pemerintah, namun akan tetap kritis.
Dia menuturkan, Apersi akan terus memberikan kritik bila ada regulasi yang kurang tepat, atau bila ada pihak terkait yang kurang mendukung program perumahan pemerintah.
"Tujuannya, agar program perumahan pemerintah bisa berjalan dengan baik," jelas Juanidi Abdillah kepada awak media, di sela acara 'Silaturahmi Nasional APERSI 2025' di Hotel Movenpick, Jakarta, Senin (21/4/2025).
Baca Juga: Stakeholder Properti: Program 3 Juta Rumah Perlu Terobosan dan Kreativitas Pemerintah
Untuk itu, Junaidi mengatakan, Apersi menunggu blueprint Program 3 Juta Rumah dari Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) untuk
Pasalnya, sudah hampir setahun digaungkan—bahkan sebelum Kabinet Merah Putih dilantik—Program 3 Juta Rumah hingga kini dinilai belum jelas terlihat arahnya.
Apersi pun berharap, segera mendapat blueprint Program 3 Juta Rumah dari Kementerian PKP, sehingga bisa berjalan mengikuti blueprint tersebut.
"Jangan sampai program perumahan presiden yang baik ini tidak bisa dijalankan di lapangan," kata Juanidi Abdillah, berharap.
Baca Juga: Dukung Kementerian PKP, APERSI: Program 3 Juta Rumah Perlu Aturan 'Lex Specialis'
Terkait FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan) yang saat ini masih menjadi andalan pemerintah untuk membantu MBR memiliki rumah subsidi, Apersi pun mendorong agar dibuat pembiayaan alternatif.
"Program perumahan nasional jangan selalu membebankan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), apalagi sekarang kondisi fiskal negara kurang menunjang," jelasnya.
Untuk mencari solusi pembiayaan di luar FLPP, dia berharap kreativitas dari pihak perbankan, misalnya memberikan suku bunga yang murah mendekati bunga FLPP, memperpanjang tenor, dan lain-lain.
"Intinya, masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) tetap bisa membeli rumah sibsidi. Sekali lagi, jangan terus berharap pasa APBN, karena masih banyak prioritas pemerintah di samping perumahan," papar Junaidi.
Baca Juga: Dideklarasikan 4 Asosiasi Pengembang, GASPERR Siap Jadi Mitra Pemerintah Sukseskan Program Perumahan
Terkait regulasi yang mengizinkan masyarakat berpenghasilan Rp12 juta - Rp14 juta per bulan mendapat rumah subsidi, Apersi mengusulkan agar cakupan harga rumah diperluas.
Junaidi mengatakan, untuk masyarakat berpenghasilan tanggung (MBT) ini, harga rumah subsidi sebaiknya disesuaikan maksimal Rp250 juta. Untuk selanjutnya, biar mekanisme pasar yang menyeleksi.
Jika ingin membeli rumah subsidi yang dekat dengan pusat kota, maka harganya Rp250 juta. Namun, rumah subsidi yang jauh dari kota, harganya masih Rp166 juta.
Dengan demikian, pembeli rumah subsidi terseleksi: rumah di dekat pusat kota dibeli mereka yang berpenghasilan Rp12 juta, sementara yang lebih jauh dibeli oleh MBR dengan penghasilan Rp8 juta ke bawah," ujarnya.
Baca Juga: HUT APERSI ke-26: Menteri PKP dan Menteri ATR/BPN Sepakat Perumahan MBR Masuk PSN
Kendati demikian, Junaidi Abdillah meminta agar pemerintah memberi kuota 70% rumah subsidi untuk MBR berpenghasilan Rp8 juta ke bawah, sementara 30% untuk mereka yang berpenghasilan maksimal Rp14 juta.
"Jangan sampai aturannya membuat masyarakat kecil tidak dapat rumah subsidi. Jika terjadi demikian, maka fungsi subsidinya hilang," terangnya.
Sebagai informasi, batas maksimal penghasilan untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yang berhak menerima rumah subsidi ditetapkan lebih rendah yakni Rp8 juta, mengacu pada Keputusan Menteri (Kepmen) PUPR No 242/KPTS/M/2020.
Saat ini di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek), batas maksimal penghasilan untuk mendapatkan rumah subsidi telah dinaikkan menjadi Rp12 juta per bulan untuk individu lajang dan Rp14 juta per bulan untuk yang sudah berkeluarga.
Simak Berita dan Artikel Menarik Lainnya di Google News